Malang, 28 Oktober 2013. 20.12 WIB
Telepon baru dimatikan, aku terdiam sehabis
mendengar suara dari seberang pulau sana. Menahan tangis sebab kutahan-tahan
selama percakapan yang tak sampai 5 menit barusan berlangsung. Ia bertanya
kenapa aku sudah jarang meneleponnya minggu-minggu belakangan ini, suaranya
serak, aku tahu ia menahan tangis. Ya Allah, betapa aku merindukan Ibu.
Besok ujian tengah semester akan dimulai. Aku
memikirkan hal-hal yang selama ini terabai. Entahlah, terlalu banyak. Aku pun
bingung kenapa aku tiba-tiba menulis ini padahal masih banyak yang harus
kupelajari untuk esok.
Selepas aku mengirim pesan singkat meminta doa pada
orang-orang di kota kelahiran sana yang menyimpan banyak kenangan, ada satu
balasan yang tak terduga dengan ketikan semampunya mengetuk-ngetuk pintu hati
yang engselnya sudah berkarat, yang membuat degup jantung seakan terhenti. Sebuah
balasan dari nenek:
“Insaalah jola ga minta p doa nenk ga perna lupa
doain tju2nja agar bisa djad org sukses untk masa dpan jg bisa buat pa2ma2 nenk
banga”
Pertahananku runtuh, bulir bening yang mengalir
membasahi pipi. Haruskah kuhapus dengan punggung tanganku sendiri lagi dan
lagi? Tidak. Kali ini kubiarkan mengalir. Biarlah Allah yang akan menghapusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar