Teruntuk,
supir
travel yang (awalnya) hanya kutahu sebatas sebelah kiri wajahnya saja.
Saat
itu lebaran 2012, pertama kali aku tiba di pulau Jawa untuk menempuh hidup
sebagai seorang mahasiswi. Aku harus melewati lebaran pertama tanpa keluarga
dan kuberanikan diri untuk berangkat menuju Pacitan. Pada malam takbiran, aku
dijemput oleh mobil travel yang nantinya akan tiba di Pacitan pukul 5 pagi. Di
dalam mobil belum ada penumpang, akulah orang pertama yang dijemput. Aku duduk
di depan dan dalam beberapa menit pertama, suasana mobil senyap dan gelap.
Tiba-tiba disaat itulah kau, sang supir travel membuka pembicaraan, dan dalam
pembicaraan itu aku memanggilmu Mas, sebuah panggilan yang masih asing
kusebutkan karena di kampung halamanku terbiasa memanggil, Bang. Namamu tak
sempat kutanyakan.
Aku
tak tahu bagaimana utuh rupamu. Aku hanya mampu melihat dalam gelap
sisi kiri wajahmu waktu itu. Tak lebih. Namun hingga saat ini masih teringat
percakapan yang terjadi di dalam mobil saat kita menjemput penumpang-penumpang
lain. Kau adalah orang pertama di kota yang masih sangat amat baru bagiku saat
itu yang membuatku merenungi setiap kalimat-kalimat yang kau ungkapkan.
Analogimu tentang sepakbola, saat aku bertanya dimana letak keseruan 22 orang
memperebutkan satu benda. Kemudian kau bilang bahwa bola itu kebahagiaan, semua
orang memperebutkannya, dengan beebagai macam cara yang kemudian kusangkal
dengan pemikiran bahwa kebahagiaan tiap orang berbeda-beda. Dan bola yang diperebutkan
dalam sepak bola adalah bola yang itu-itu saja. Setiap perdebatan yang tak berujung seperti itu kita akhiri dengan senyum simpul.
Aku
mendamba sosok abang dan kau mendamba sosok adik pada salah satu sesi cerita
kita. Entahlah, hingga hal paling dalam yang ada dalam hati ini pun jadi
tersampaikan padahal aku tak pernah seterbuka itu. Aku merasa nyaman bercerita
padahal namamu pun aku tak tahu, Mas. Mungkin aku sempat sedikit merasa sosok Abang
ada padamu, dari sisi kiri wajahmu saja. Dari renyahnya tawa yang kau tuangkan
dalam perjalanan itu dan semangatmu bercerita tentang banyak hal yang menambah
pengetahuanku tentang kota Malang. Aku
senang. Delapan jam perjalanan menuju
Pacitan itu merupakan delapan jam dengan cerita paling nyaman yang pernah
kusampaikan pada seseorang. Kita mengabaikan seluruh penumpang yang tertidur
pulas di belakang, haha.
Satu
hal yang membuat pertemuan pertama denganmu sampai sekarang masih sangat amat
kuingat. Kau, saat itu seorang supir travel yang namanya pun aku tak tahu
adalah orang asing pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun secara langsung di ulang
tahunku ke-18. Di delapan jam perjalanan yang hanya ada gaduh suara takbiran di
jalan-jalan namun hening dan gelap di dalam mobil aku melihat jam pada layar handphone sekilas,
sudah 00.03. Aku tersenyum dan mengucapkan selamat ulang tahun pada diriku
sendiri dalam hati, ya ulang tahunku saat itu jatuh tepat saat lebaran. Aku
sudah sedikit ngantuk namun layar handphone dan dering pelan yang menyala sebentar-sebentar
tanda sms ucapan masuk mengangguku. Dengan tiba-tiba aku berkata bahwa saat itu sudah masuk hari ulang tahunku yang kemudian kau sambut dengan semangat, “Ohiya? Selamat
ulang tahun, ya!” Aku tersenyum lagi dan itu merupakan dialog terakhir kita
sebelum aku pelan-pelan menutup mata kemudian tertidur pulas.
Saat
hari sudah terang aku terbangun dan kita sudah tiba di Pacitan. Walau hari
sudah terang, aku tetap tak menanyakan namamu namun pada akhirnya, aku melihat
wajahmu, dengan jelas.
Mas supir, kau mungkin adalah salah satu bukti bagaimana seorang asing mampu memberi kenyamanan untuk seseorang bercerita dalam bercakap-cakap, entah karena tak ada kekhawatiran di dalamnya, entah karena orang asing sepertimu tak akan mengintimidasi, tak akan menyalahkan, bahkan men-judge cerita tersebut, tak ada ikatan emosi di antaranya. Nyatanya, aku bahkan sedikit menemukan sosok abang padamu, walau hanya dalam delapan jam perjalanan. Aku
tidak akan menanyakan kabarmu dan menanyakan keberadaanmu dalam surat ini Mas supir, haha. Terima kasih telah menjadi salah satu orang asing paling kuingat. Aku hanya ingin memberikan sedikit penggalan lirik yang mungkin
mewakili segala percakapan dan pertemuan pertama yang manis.
Hey
brother, there’s an endless road to re-discover.
Hey sister, know the water's sweet but blood is thicker.
Hey sister, know the water's sweet but blood is thicker.
(Avicii
- Brother/Sister)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar