Teruntuk,
sudut-sudut kota yang sedang dilanda banjir.
Apakah ada maaf bagi langit yang sedang bergejolak dan menangis melulu? Rintik
hujan tak pernah terlelap nampaknya. Hujan memang menyamarkan tangis. Membasahi
hati yang kerontang. Namun aku tau, bukan itu inginmu. Inginmu agar langit meninabobokan gejolaknya dengan tenaga yang ia punya bagai raja.
Musibah ini datang menyapa hari-hari dengan tidak ramah. Mengapa ia
datang membawa perkara. Dikeluarkannya pula semua emosi. Untuk apa semua ini?
Ada kerumunan yang tak hingar. Ada petir yang tak bingar. Penghunimu bagai orang-orang
buta dan tuli dalam waktu yang bersamaan. Menciptakan gelap tak berkesudahan. Langit
yang mendung dan gelap gagah berani merajai dua puluh empat putaran jam.
Sampai kapan jiwa mereka terus rentan seperti perahu yang hampir karam?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar