04 November 2011

Sore yang hujan. Aku sedang duduk di angkutan kota, dengan tubuh yang begitu lelah, dari sekolah menuju rumah. Masih begitu pusing kepalaku karna sakit ini, dan aku yakin sebentar lagi sakit ini akan bertambah parah karna tubuhku yang terguyur hujan. Tak ada satu penumpang pun yang menemani. Hari ini hujan turun seharian, hujan selalu mengerti perasaanku, ia menemani dalam lirih dalam rindu.

Aku selalu suka hujan. Aku suka membenamkan diri dibalik jaket atau selimut tebal. Aku suka menggambari jendela berembun. Seperti telunjukku menulis namamu sekarang, di kaca. Kuhapus lagi karena malu. Tapi lalu kuulangi. Kupandangi nama itu, nama yang selalu sanggup aku katakan. Tidak lama namamu memudar, seperti kau hari ini. Aku kecewa.

Kubuka lebih lebar kaca, aku menghirup napasku lebih dalam, menikmati petrichor yang memenuhi paru-paru (kau tahu apa itu? Bau khas yang muncul saat dan setelah hujan, seperti bau tanah basah. Hei, aku kan sudah memberitahumu, ya. Aku sangat suka bau itu, tapi masih lebih menyukai bau mu). Tanganku mengambil ponsel di kantung celanaku.

Hujan, aku rindu. – Hapus
Besok mau ke rum – Hapus
Lagi dima – Hapus

Lima detik. Sepuluh detik.

“Lebih baik kusimpan saja rindu ini dalam-dalam.”
Aku memejam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar