Diantara semua yang
dingin detik itu, hanya pipiku yang panas oleh airmata. Hujan semakin deras,
petir mulai berkurang. Tangisanku masih berlanjut. Sepertinya aku harus
menerabas hujan ini, namun aku takut sakit. Aku tak tega Ibu mengeluarkan uang
untuk mengurusi sakit karna kebodohanku, untuk makan saja sudah terlalu susah.
Sungguh, yang
kubutuhkan hanya wajah itu. Wajah yang ingin kujemput sedaritadi, wajah yang
aku tunggu kepulangannya sejak tiga jam yang lalu. Aku khawatir.
Hujan deras melenyapkan
senja. Dari balik hujan yang tak kunjung reda, sayup-sayup adzan maghrib masih
terdengar. Aku bergegas masuk ke dalam rumah dengan berat. Aku berbalik sekali,
namun wajah itu belum muncul juga.