Malam

Aku menulis sajak ini dari balik jendela rumah yang leluasa melihat ke teras. Setiap hari, semesta telah membiasakan kita bernafas dalam aliran udara yang sama. Semesta juga telah membiasakan kita menatap dalam waktu yang tak sebentar, saling mengenal dalam waktu yang lama. Dimulai dengan rasa putus asa bahwa akhirnya aku sadar bahwa aku bukanlah satu-satunya yang memiliki arti untuk orang yang aku anggap berarti. Merelakan bahwa aku harus berbagi rindu dan akhirnya sadar tak ada sedikit pun yang aku genggam.
Sayang, hari hampir malam, dan bagian terakhir ini hanya awal dari persahabatan untuk malam kesekian. Aku juga ingin bahagia. Bukan hanya memikirkan hal-hal yang harus membuatku mengeluh, sedih dan terluka. Aku sedih melihat airmata yang tak kunjung behenti mengalir. Tak lebih deras dari perih yang kau beri. Ini akan mudah jika aku tak berarti apa-apa. Lapangkan hati mu bahwa aku bukan lagi yang berdiri paling dekat denganmu. Aku akan berdiri, di tempat dimana sulit untuk menggapai mu. Tapi kau tau kan, yang sulit bukannya mustahil. Jarak yang sulit akan mudah bagiku jika berlari, mungkin, Tak ada istilah hanya diam. Jika kau jatuh, aku yang akan melakukan apapun agar kamu bangkit, teman.
Sekian sajak yang tak beraturan ini. Aku tak kan lupa bahwa kita pernah tertawa dan menangis bersama. Semoga, bahagia ada selalu melimpah untuk hidup kita. Selamat menempuh hidup baru, teman. Kau memang tampan, tapi akan lebih indah jika di sudut bibirmu, kau sedikit hadirkan senyuman. Sedikit saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar