Tampilkan postingan dengan label Racauan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Racauan. Tampilkan semua postingan

The End (?) of Supernova


Hello guys. Today I just finish read Inteligensi Embun Pagi. It was insane! Dee Lestari is definitly not a human. She came from another dimension, period.

I already write this little review on Twitter, but let me put this too on my blog because it’s a waste to let my emotions to this amazing book drown and disapeared by another tweets. This is lowkey spoiler-safe so don’t worry if you haven’t read IEP.


Dee managed to create her own universe in this book 6 that all related from book 1 to 5. All of the characters mysteries were solved. The most special about this book is that we were given a room to question many things as we get answers to our questions at the same time. Infiltran, Peretas, Umbra & Sarvara. We will be familiar with the four words above in this book. Who are they? Infiltran is a keeper for Peretas to be safe from the reach of the Sarvara. Peretas are all those 6 characters who will be met here in this book (I can believe they’re all actually met!)

Who actually Gio is? What happen to Bodhi when he met Elektra? How Ferre, Dimas and Ruben related to another Peretas in their group? That's a few questions in my head before. Anyway, remember Kell in book 5? He returned! And I almost suspected that he's one of the Sarvara. I was wrong. Instead he became one of my favorite Infiltran, lol. Crazy guy! We will also know who actually Isthar is. She's the same women who Alfa crazily in love with and also who Bodhi met in Bangkok, named Star. Turns out her role is quite important.

Full of plot twists! The part where the character was a protagonist in the previous book will give you surprises here. Trio Sarvara ugh I want to fight them! But the most powerful among all of these Peretas is Bodhi, the traveler who wants to discover his true identity, he's the Peretas Kisi. Alfa and Gio? These two are the most charming and maybe many readers falling in love with them. They're handsome and suprisingly strong.

I wasn’t there when the hype of this book was high and Twitter had a #TeamAlfa #TeamBodhi #TeamZarah #TeamElektra #TeamGio hashtag party. But if you ask me, I'm definitly #TeamElektra, an orphan girl who has a miserable yet funny life. Her body can conduct electricity. That's her skill lol. In this book she's managed to make readers upset because SHE. BURN. ASKO! Also how weak her character compared to the other Supernovas. Her clumsyness increased to the max, adorable! But who would've thought she's the key of the Peretas' victory in the battle against Sarvara.

Supernova made me delusional. I once dream about hanging out in Asko. Also, I think among us there are Infiltran, Peretas and Sarvara. But each of us wrapped with the name of the human body and skin. Isn't it interesting? Thank you Dee Lestari, our Ibu Suri, for this amazing story. 6 books, 15 years. Such an amazing journey with Supernova. Genius storyline and each characters gave unforgetable memories to us, the readers. Is this the end of Supernova? Well... Let's see.


p.s: My favorite part, Kell reunited with Bodhi. I can't with these two, lol.

Sebuah Dialog

“Eh, ngomong-ngomong helm biru bobrok ini sebenernya saksi bisu satu rangkai hidupmu tau.”

“Hah? Kok bisa?”

“Bisa dong, jaman SMA. Jelas dia ini yang kamu pake terus dari kelas satu sampe lulus kan?”

“Iyasih ya. Eh iya gak sih? Iya kali ya.”

“Haha jangan pura-pura lupa deh. Coba, jaman SMA dulu, gila, udah apa aja tuh yang kau lewati?”

“Hem, nggak pede sama diri sendiri, patah hati hebat, nilai anjlok, ya biasalah semua anak SMA  juga ngalamin gituan. Kau juga pasti ngalamin. Tapi ya dia tetap helm biru bobrok yang cuma nungguin diatas spion motor sampe waktunya dateng buat dibawa pulang, ga ngeliat apa yang aku alamin.”

“Iya emang aku juga ngalamin, tapi helm biru ini jangan dibuang ya walaupun udah gak layak pakai dan gak berstandar SNI, inget kan kepala siapa aja yang pernah pakai helm ini?”

Terdiam.

Benar juga, helm biru bobrok itu pernah menutup wajahku saat menangis diam-diam di tengah perjalanan, pernah menahan segala amarah untuk terbang kemana-mana, pernah menampung seluruh pikiran-pikiran mulai dari yang penting hingga yang sampah sekalipun, dan helm itu pernah dipakai oleh kepala yang empunya telah diubah oleh waktu.


Kepalaku usai berdialog dan membuat tanganku tak jadi melontarkan helm biru bobrok ini ke tempat sampah, ia kembali berakhir dan berdebu dalam gudang, sebagai saksi bisu.

Budak Akademis

Sayangnya api di kepala gak bisa dipadami pake ini.
Akhir-akhir ini lingkungan lagi nggak kondusif. Banyak yang suka marah-marah ga jelas, kesel ga jelas, badmood tiba-tiba, nyinyir sana sini. Kenapa? Feeling like hell.

Pengaruh semester neraka emang sih. Tapi ya gimana ya. Kadang memang menyebalkan aja gitu, buat yang nggak bisa prioritasin mana yang lebih dulu musti dikerjain.

Banyak kegiatan, ngerjain semuanya, aktif sana sini, drop. Imbasnya? Yang paling utama nggak bisa dikerjain. Yah buat beban ke rekan sesama kelompok, kadang.

Kadang juga nemu manusia yang nularin badmoodnya ke sekitar. Bikin suasana nggak enak banget, suer. Gimana ya, mau ngasih tau juga sungkan.

Diimbangi juga buat yang suka ngejudge asal-asalan, plis jangan. Setiap orang punya tanggungjawabnya masing-masing emang. Orang punya hal penting buat diurus, kita juga punya. Dan hal itu pasti beda. Kita nggak bisa maksain orang mikir sama kaya kita, orang harus begini kaya yang kita mau, begitu kaya yang kita pikir bener. Saling ngerti aja.


Karna yang maksa-maksa itu nggak baik toh...

Ini bisa jadi toyoran buat diri sendiri sih. Semoga bisa saling memperbaiki.

Doa

Kemarin aku berdoa pada Tuhan

Agar dijadikannya aku manusia

Agak kurang waras rasanya

Namun ya ini

Sebuah doa dari seorang penentang arus

Yang berpikir semestanya hewan semua

*

Lagi gumam-gumamin liriknya Sting – Englishman In Newyork, lagu yang sempat disebut Andrea Hirata yang saya lupa entah di Laskar Pelangi atau Edensor. Enggak tau deh kenapa lagu itu yang tiba-tiba berdengung sendiri di telinga pas nulis puisi ga jelas ini.

I’m an alien, I’m a legal alien, I’m an Englishman in Newyork~

Newyork, United States. He don’t drink coffee he take tea, dear... Dear? Dear siapa? Ohiya lupa, british kan sekonyongnya aja manggil stranger pake dear. Atau darling, atau luv. Ramah sekali ya. He? Sampe sekarang penasaran sosok pria Inggris yang nyasar ke Amrik ini kaya gimana. Fiuh.


Yang jelas dia nentang arus. Ya gak? Ya gak? Iyain ajadeh.
I love this pic. Like really. Makes my busy and overthinking mind calm down again.

Mengikuti Arus

Saat Ujian Tengah Semester 4 lalu dalam mata kuliah Cultural Studies saya diharuskan menulis artikel tentang Dekonstruksi. Kecintaan saya terhadap musik membuat saya langsung ingin menulis tentang musik underground, kutub lain terhadap musik mainstream. Yang saya tahu mengenai penikmat kutub underground itu berupa sekelompok orang-orang yang hadir di gig sebuah band musik yang tidak terkenal tapi ‘ada’ juga yang suka. Dan mereka ini kemudian menamai diri sebagai ‘anti’mainstream.

Memberontak. Menurut saya dekonstruksi istilah kasarnya begitu. dan pelaku-pelakunya adalah si pemberontak. Para pelaku dekonstruksi mencoba melakukan enlightment atau pencerahan, bahwa ini lho yang dikejar-kejar orang saat ini dan ini lho kita punya yang lebih keren dan lebih bisa membuatmu menjadi orang keren. Suatu alternatif. Hollywood, kini tak lagi menampilkan sosok wanita berkulit hitam sebagai golongan terbelakang dan tak penting saja kini, malah mereka kini menjadikan sosok wanita berkulit hitam sebagai pemeran utama yang notabene-nya harus cantik, dan kita tahu definisi cantik bagi Amerika adalah berkulit putih, tubuh semampai, berambut panjang dan pirang. Lupita Nyong O adalah salah satunya, ia berasal dari Kenya dan tahun 2014 adalah tahunnya, ia dipuja dan kebanjiran penghargaan.

Kembali ke musik underground, saya menempatkan aktor-aktor dibalik musik ini sebagai pemberontak dan para penikmatnya adalah orang-orang yang tercerahkan.

Pernah mendengar tentang band Koil? Koil adalah band beraliran rock yang berasal dari Bandung, berdiri pada tahun 1993, dengan formasi Otong (vokal), Doni (gitar), Imo (Bass) dan Leon (Drum). Sejak awal berdiri saja mereka sudah melakukan hal-hal tidak lazim pada masa itu, sebut saja memasukkan unsur sampling dalam musik mereka seperti suara-suara yang ada di sekitar kita, suara aliran air, besi yang dipukul, dan sebagainya, lirik-lirik yang lugas menunjukkan kegelapan dan kekosongan hati serta lirik berbahasa Indonesia yang jarang digunakan dalam musik rock, memasukkan unsur tarian dan fashion dalam aksi anggungnya, serta yang paling ‘underground’ sekali tingkahnya adalah mendistribusikan album mereka  lewat jaringan distro-distro di Jakarta dan Bandung , pemesanan lewat pos, dan beberapa toko kaset.

Ya, menjadi rebel itu menjual.

Buktinya Koil dipuja saat itu, gig mereka selalu padat oleh penggemarnya (dan kita tahu konser band underground itu padatnya seberapa? Intinya kita masih bisa bernapas di lautan penonton itu.) Sampai pada akhirnya penggemar mereka meluas, label rekaman besar pun mereka dapatkan. Dan tak perlu terkejut, kutub underground menjadi usang pada nama mereka. Koil menjadi band musik mainstream.

Namun, ada yang menarik dalam band dengan lirik-lirik lagu lugas ini. Saya pernah membaca dalam kolom komentar blog bernama Music Blur dengan artikel berjudul Pemberontakan Musik Sudah Mati, satu hari mereka tampil di Bandung Berisik, hari lainnya dengan congkak tampil di Dahsyat. Iya, Dahsyat. Acara musik super mainstream dengan segala kealayan yang ada didalamnya. Mereka tanpa ragu, hanya bermain. Dan kemudian dalam salah satu interview dengan cuek Otong sang vokalis berkata, “Idealisme kami hanya sebatas Nominal”.

Ketika antimainstream menjadi mainstream. Adalah bahwa Koil tetaplah Koil, band underground yang usang dimakan jaman dan segala tuntutan untuk bertahan di dalamnya. Bahwa untuk menjadi pemberontak tidaklah mudah, dekonstruksi tetaplah sebuah alternatif, yang hanya disinggahi sepintas lalu.

Ini adalah semua pikiran yang ada di kepala saya sesaat setelah dosen saya memberi tugas UTS ini kepada kami. Hasil dari pernyataan bahwa saya mencintai musik, mengobak-abik Google mendalami musik underground, hingga akhirnya ‘mengenal’ Koil dari artikel-artikel berita dan musik.

Namun pada akhirnya, saya tidak jadi menuliskannya. Kenapa? Saya takut salah, padahal sudah konsultasi dengan dosen tersebut. Saya hanya harus mencari subjek lebih jelas untuk dibahas dalam tulisan itu. Tapi karena teman-teman saya tidak ada yang membahas subjek dekonstruksi yang mirip seperti apa yang sudah saya pikirkan. Pada akhirnya saya berpikir lagi, daripada salah, mendingan saya ngikut yang banyak dibahas aja dan sudah pasti benar seperti yang teman-teman saya lakukan. Akhirnya saya menulis dekonstruksi untuk mencerahkan pemikiran tentang logat Medok yang dianggap mempengaruhi kemegapolitanan suatu kota.


Memang, lagi-lagi mengikuti arus itu yang paling aman.

Lagi PMS

Gimana rasanya?

Oke, sini-sini tak tulisin.

Perutmu mulai kram. Nggak kaya kram kaki abis main futsal, kramnya di perut, nggak normal. Ini kram yang ‘sialan kampret dorr dorr aku pengen guling-gulingan di bukit terus kepentok terus pingsan’. Kamu juga ngerasain pinggangmu nyeri. Itu emang buka yang terparah, tapi itu bener-bener bikin nggak nyaman dan bikin susah tidur. Bahkan tidurpun terasa salah, apalagi berdiri, apalagi duduk.

Darah ibarat air terjun. Berdiri, air terjun itu ngucur. Batuk, air terjun tumpah. Paranoid kalo tembus. Dan puncaknya, kamu gampang marah, depressi, ngomel-ngomel, badmood, dan ngerasain sakit luar biasa di saat yang sama. Kamu pengen pingsan bentar dan makan semuanya yang ada di depan mata.

Dan kamu harus merasakannya sebulan sekali bersama hari-harimu yang sibuk dan dipenuhi tugas.

Good enough explanations, girls?


*high five*

Tidak Biasa


Jangan menunduk saat menangis, sayang. Menunduklah saat berdoa, sebab Tuhan ada di hati. Lihatlah ke atas, lihat gumpal langit disana. Airmata akan kembali ke pelupuk. Tangismu akan redam. Ingatlah, sayang. Selalu ada detik ke enam puluh satu dalam semenit dan jari keenam di satu telapak tanganku. Karna cinta bagimu lebih dari biasa.

Beberapa Pertanyaan


Kira-kira kalo para lelaki baca postingan ini bakal jawab gak ya? Hehe gaada kerjaan ajasih.

Hai kalian! Mau nanya nih.
Siapa sih perempuan yang lagi ada di pikiran kalian sekarang?
Yang wajahnya langsung nongol di kepala kalo ada yang ngomongin cinta, atau sayang, atau rindu?
Perempuan yang kamu pengen banget ngejagain,
pengen kamu peluk gitu pas capek,
ngapus air matanya kalo nangis?
Pengen kamu liat senyumnya kalo kamu kasih kado,
kamu kangenin ocehannya kalo marah,
denger ceritanya kalo lagi sepi?

Siapa? Siapa ya? Hayo siapa?


Hahahaha.

(Tulisan iseng abis nonton Frozen.)

Merenung Sambil Nyanyi

Selalu mikir, kenapa ya orang cantik dan ganteng dan ya apapun namanya yang berupa indah itu selalu (terlihat) benar? (Saya  tau itu relatif tapi jangan munafik ya pasti ada standar yang hampir sama saat ngeliat fisik satu orang dan kita langsung bilang dia cantik/ganteng.)

Tapi barusan saya jalan-jalan di blog orang terus nemu quote dan gambar ini:

"Sejatinya wanita adalah yang tidak memandang dan tidak dipandang."



Terus saya merenung. Sambil nyanyi.
bagaimana ya ceritanya jika seorang aku ingin dan bisa menembus batas
sedangkan Tuhan katanya tidak suka pada pada hamba-Nya yang melampaui batas
bagaimana kalau batas ku dan batas Tuhan itu jauh berbeda
hem atau batas ku dan batas Tuhan itu malah persis ?


malang
malam ke sembilan bulan ke sebelas tahun ke dua ribu tiga belas
butuh semangat
senyum
siapapun

*abaikan*

Confused

Sebab tanpa kesadaran yang utuh, dengan tiba-tiba, berhari-hari lalu dalam satu pertemuan pertama yang singkat, pembicaraan sekelebat. Aku mulai mengagumimu, sehening-heningnya doa di sepertiga malam.

Entah. Entah. Entah.

[Tak perlu senja yang membuat langit dan hari-hari menjadi indah,
aku hanya butuh satu; bertemu lagi, dan lagi, dan lagi.]

Aku bisa apa?

Masih Pantas?

Aku sedang berdiri di hadapan cermin dalam kamar berpenerangan sempurna, udara sejuk, dan melihat raga yang tanpa cacat. Namun otakku kosong dan rasanya lelah sekali untuk melangkah.

Bayangan dari cermin berontak, ia memaksa dirinya melawan bayangan nyata yang harusnya ia ikuti.

“Kau ratapilah senja sampai bertekuk lutut, malam akan tetap larut. Percuma.” Ia tiba-tiba berbicara.

Aku, si bayangan nyata itu terkejut. “Berhentilah mengeluh mulutmu itu. Tidakkah kau tahu di belahan bumi sana, mereka; manusia seperti kau bahkan anak kecil yang ringkih tubuhnya, lebih menderita darimu. Disini tiap pagi sanggup kau hirup udara segar dengan bebas sedang disana bernapas pun ditahan-tahan. Berkoar dan pecicilan disini seenaknya, disana kau jadi orang gagu. Pokoknya sebut saja apa yang sedih-sedih, semua ada disana. Bapak Ibu mati di depan matamu, dikhianati, ditinggalkan, diabaikan seolah-olah (dan memang) sekali sentil kau langsung mati, perutmu membesar kelaparan, buta matamu, buntung tangan dan kakimu, cacat. Apalagi?“

Ia melanjutkan, “Jadi masih pantas kau malas? Masih pantas kau mengeluh? Jadilah sebaik-baiknya manusia dengan selalu bersyukur dan jangan pernah hilang harapanmu.”

Bayangan itu kembali mengikutiku dalam sekejap.

*

Sesungguhnya musuh paling besar saat ini adalah rasa malas. Ya Allah tolong kuatkan tubuh ini untuk terus melangkah..

Meracau Tentang Angka

18 adalah angka dimana saya lagi berlayar, bukan untuk sampai ke tujuan, tapi untuk mencari tujuan. Dalam pelayaran ini sebenarnya saya nggak tau mau kemana. Sering saya kehabisan stok pangan, sering saya kena badai, sering saya hampir tertelan pusaran di tengah laut, dan awak di dalam kapal saya nggak ada. Saya berlayar sendirian.

Di akhir 18 saya belum juga menemukan tujuan itu sebenarnya, tapi akan, saya akan menemukannya. Walaupun kadang suka hilang arah, tapi nggak bakal ada yang tau, kenapa? Ya karena saya berlayarnya sendirian.

19 adalah angka dimana saya ingin mengisinya dengan harapan. Harapan untuk menemukan tujuan, untuk menikmati pelayaran-pelayaran selanjutnya menuju tujuan itu, untuk belajar mendapatkan stok pangan lebih banyak dan bervariasi lagi, untuk lebih kuat menghadapi badai, untuk memperbanyak pahala kalau-kalau saya betulan tertelan pusaran di tengah laut, untuk merapihkan kapal saya yang compang-camping agar setidaknya, saya nggak berlayar sendirian lagi.

Hujan, layukan semua keburukan dan mekarkan semua kebaikan dari satu tahun ke belakang untuk tahun-tahun ke depan yang akan dijalani.
Ya setidaknya dalam dunia yang tercipta di dalam kepala ini. Hanya itu yang melintas dalam pikiran saya malam ini.

- Gadis Hujan

Menggunakan Cinta di Jalan Yang Benar

Pernahkah kalian mengenal seseorang dan entah mengapa saat itu kau merasa seperti memiliki hubungan yang sangat erat dengannya? Ia memiliki lingkaran bercahaya di atas kepalanya, mungkin ia adalah malaikat yang diturunkan tangan kecil Tuhan untukmu demi sebuah tujuan yang benar-benar penting dan bisa mengarahkan hidupmu selanjutnya di kemudian hari, yang bisa memberikanmu pelajaran, dan yang menyelamatkanmu. Saat itu yang kau lakukan hanya percaya dan menyerahkan seluruh bahagia padanya. Meskipun saat  kepercayaan itu kau serahkan hidupmu dipenuhi  rasa sakit dan penderitaan.

Tapi suatu hari nanti akan terungkap alasan mengapa dia hadir dalam hidupmu. Waktu terus berjalan dan kau mencintainya tapi keadaan menetapkan kau tidak bisa memilikinya. Lalu kau merasakan sakit yang teramat sangat. Disinilah tujuannya terungkap, dia hadir dalam hidupmu bukan sebagai orang yang akan menyelamatkanmu, tapi sebagai orang yang mengajarkanmu cara untuk menyelamatkan diri sendiri. 

Dan saat tujuan itu telah tercapai, Tuhan mencabut hubungan yang kau rasakan, lingkaran bercahaya itu terangkat dari atas kepalanya, dan ia bukanlah malaikat dari tangan kecil Tuhan lagi. Ia keluar dari hidupmu. Entah dia hilang begitu saja atau memiliki orang lain dalam hidupnya. Ia asing bagimu. 

***

Pernahkah kalian merasakannya? Saya pernah dan orang itu membuat saya menggunakan cinta di jalan yang benar. Kini saya tahu tujuan mengapa Tuhan menghadirkan dia. Saya dijejali rasa sakit yang teramat sangat karena saya, entahlah, jika dibilang saya mencintainya itu berlebihan atau tidak, ya saya benar-benar mencintainya namun saya tidak boleh memilikinya karena suatu hal. Mulai saat itu saya mulai menulis, menulis apa saja, puisi, sajak, dan apapun yang ada di pikiran saya. Terlebih saat itu saya benar-benar tidak tahu harus curhat kepada siapa karena tidak ada satupun yang akan mengerti kecuali Tuhan. Saya menemukan passion saya dan saya merasa hidup saya yang tadinya datar menjadi menyenangkan.  Ini semua karena dia. Ia membuat saya mempergunakan cinta di jalan yang benar dan saya hanya berharap dia pun begitu. Dengan siapapun yang ada dalam hidupnya kini dan siapapun yang ia cintai. 

Dulu saya adalah pemegang teguh paham 'bahwa dalam mencintai tidak ada kata 'masih' ataupun 'tetap' sekali cinta ya saya tetap cinta walaupun dia tidak cinta saya lagi' saya pikir itulah bentuk kesetiaan yang saya miliki, tapi nyatanya saya terlalu naif dengan membuat hati saya luka-luka, tahu apa saya soal cinta. Tapi toh sekarang saya sudah dewasa, saya harus bisa membahagiakan hati saya sendiri. 

Saya masih mencintainya? Tidak, namun bagaimanapun, saya sangat berterimakasih padanya karena sudah menjadi malaikat itu :)

Catatan Kecil di Dua Kota

- Jogja

Akhirnya sampai juga aku di kota yang dulu tanpa sengaja kutulis menjadi sebuah sajak dan ku musikalisasi. Dan tanpa sengaja pula banyak yang menyukainya. Terima kasih yang sudah mendengarkan dan mendownloadnya di Soundcloud :)

Aku menginjak kota ini tanpa sengaja. Dengan mendadak dan jiwa liar yang tiba-tiba menyeruak untuk berjalan sendiri (lagi). Dua setengah hari di Jogja memberiku ruang untuk berpikir. Memberiku kehampaan yang tak kosong, hampa yang kemudian kuisi dengan hal-hal apa saja yang membuat penat dan dengan segera kucari penyelesaiannya. Kucari titik terang yang membuatku (setidaknya akan) bahagia. Nyatanya aku gagal. Lagi-lagi, tetap satu itu yang memenuhi pikiranku. Sial.

Bayangkan sakitnya memikirkan sesuatu yang sia-sia. Kau tahu itu sia-sia, tapi kau tak mampu menguras habis pikiran itu. Sama sekali tak mampu. Sial.

Ohya omong-omong, memang benar. Jogja adalah kota yang membuatku ingin kembali lagi. Kota yang kangen-able.

Untuk perjalanan kali ini, yang kukira akan bersih dari pikiran itu, aku gagal (lagi).

Mungkin di perjalanan selanjutnya.

(5 Juni 2013)

- Tangerang – Jakarta

Hampir pulang ke rumah. Singgah sebentar di ibukota yang gerah.

Panas. Tapi menyenangkan.

‘Itu’? Hal itu? Di kota ini aku dan hal itu dekat, dekat sekali jaraknya. Namun tak diizinkan bertemu.

Kesimpulannya, aku tak pernah ingin berhasil. Aku ingin selalu gagal. Dan di rumah. Kota dimana pikiran itu tak hanya pikiran, ia akan berwujud nyata. Aku pasti akan bertekuk lutut.


(13 Juni 2013)

Penulis Adalah tuhan

Penulis adalah tuhan.

Dalam film, penulis skenario menciptakan tokoh dan jalan hidupnya. Dari awal hingga akhir. Sang penulislah yang menentukan akan jadi ‘apa’ ciptaannya itu. Lalu, sang sutradara adalah pengatur ‘bagaimana’ ciptaan sang penulis menjalani hidupnya, dengan dramatis, sederhana dan apa adanya, luar biasa, membosankan, apa saja. Sutradara hanya mewarnai kanvas hidup sang tokoh namun tak dapat menentang ‘takdir’ yang ditetapkan penulis sang pemegang kendali.

Ya, penulis adalah tuhan.

Penulis mampu menciptakan jutaan dunia yang ia inginkan. Dunia macam apa yang ia inginkan. Makin liar imajinya, makin gilalah dunianya.

Penulis mampu mengadakan yang tiada. Ia mampu menciptakan kecelakaan paling hebat di dunia. Buasa, misalnya. Kecelakaan persilangan antara rusa dan buaya. Ia adalah rusa melata dengan gigi tajam-tajam, tubuh manusia jadi makan siangnya. Kau bisa dapat hidup super 'futuristik' sampai-sampai kau bisa mandi di Uranus. Merasakan air mengalir dari shower ke sekujur tubuh dalam gravitasi yang nol.

Penulis punya arsip kenangan paling lengkap. Kelak, di beranda pada satu sore yang senja, ia duduk sambil membacakan kisah hidup yang ia bekukan dalam tulisan pada cucu-cucunya. Padahal pagi harinya semua air di panci menguap sebab ia lupa mematikan api di sumbu kompor. Padahal ia tak ingat nama cucunya yang paling lucu sekalipun. Namun dengan fasih menceritakan kisah hidupnya tanpa cela.

Dan penulis, mampu membetulkan hidupnya yang salah. Dengan menciptakan hidup baru, dan ia sebagai tokoh utamanya.

Penulis adalah tuhan. Untuk kita sang penonton dan pembaca, bersiaplah tersesat, berpegang erat dan bersiap terhempas ke tanda tanya.


(#now playing Banda Neira – Ke Entah Berantah)

Kenyataannya Kini

“Saat paling sedih adalah ketika kau sadar kau hanya tertawa sendiri”

Kata-kata itu menohok, namun itulah kenyataan yang sekeras apapun aku menolaknya tetap berujung pada satu titik dimana aku tak mampu mengelak.

Apa alasanku menertawakan hal bodoh yang bahkan mereka anggap tak lucu? Sebab aku mencari kebahagiaanku, aku mencari cara agar dunia tak mengolokku. Agar aku tak bersedih sendirian. But that’s true, I’m sad all alone. Dunia akan tertawa jika aku tertawa, aku tak ingin merasa sendiri. Hanya itu.

Segalanya terasa serba salah. Rasanya aku bisa menciptakan dunia yang aku inginkan di dalam mimpi, dunia nyata hanya menyuguhiku dengan segala topeng, subjektivitas yang makin merajalela, dan kepenatan. Sedih, dan lagi-lagi salah. Kelebihanku tidur membuat seluruh badan terasa lemas dan kepalaku pusing. Salah lagi, kekurangan tidur pun begitu rasanya. Memang yang terlalu itu selalu tak baik. Hhh..

Aku merasa aku bukan teman mengobrol yang baik. Kosakataku terbatas, pengetahuanku sempit, dan aku berbicara seperlunya. Aku hanya mampu mendengar. Dan aku, hanya mampu menyimpan banyak rahasia, tanpa mampu mengungkap apa yang aku punya. Takut. Aku ketakutan.

Dan kini aku tak mampu membendung, tak mampu pula menumpahkan. Aku marah pada diriku sendiri.

Saya Itu...

Sebenarnya saya nggak tahu mau nulis apa. Saya teringat saat saya membaca sebuah website yang membahas 100 fakta tentang Zayn Malik. Mulai dari tanggal lahirnya, makanan kesukaan, sampai segala hal kecil tentang dirinya. Ya, itu karna dia artis. Tapi entah kenapa ingin sekali bikin yang kaya begitu. Jadi ceritanya postingan kali ini ya tentang saya semua. Walaupun nggak sampai 100, tapi inilah 100 fakta (kurang) tentang Feby. Hingga kalimat terakhir dari paragraf ini selesai saya tulis, saya sudah senyam senyum sendiri berasa artis.

Saya Febiola Aditya Yusuf. Satu dari jutaan perempuan di dunia yang lahir pada hari Kamis, itu sebabnya saya menyukai hari Kamis. Hari keseimbangan, berada di tengah-tengah dari ketujuh hari dalam seminggu.

Saya itu lahir tanggal 25 Agustus 1994. A Virgoist. Feminim? Hemm...

Saya itu nggak pernah suka boneka, menurut saya mereka itu menghabiskan tempat saja.

Saya itu suka membaca segala jenis novel kecuali novel horror, segala jenis. Mulai dari yang bisa dibaca sambil mendengarkan musik, sampai yang membutuhkan kerutan kening untuk memahami isinya.

Saya agak malas membaca buku pelajaran, saya lebih suka mencatat intisari dalam buku tersebut ke buku catatan kemudian memahami dan menghapal jika ada ujian. Jika dalam keadaan terpaksa harus menghapal melalui buku pelajaran langsung, saya menghabiskan waktu agak lama. Ya, saya menghapal pelajaran dengan menuliskannya terlebih dahulu.

Di bangku sekolah, saya paling suka pelajaran Bahasa Inggris dan sangat amat tidak suka Fisika.