Begitulah Aku

Seperti aku yang selalu percaya.
Bahwa hujan selalu menemani hati yang basah sebab gerimis tak pernah mereda didalamnya, aku menggilai hujan.
Dan keyakinan mengenai konspirasi semesta. Aku percaya pada mimpi dan harapan, segala kebetulan serta pertemuan.
Caraku mencoba percaya tanpa bagaimana dan tanda tanya.
Begitulah aku mempercayaimu.
Seperti aku yang berusaha menjadi sederhana.
Untuk bahagia akan perihal terlalu kecil, yang kadang tidak terlintas pada benak siapapun.
Kau tahu aku pernah berkeliling dunia dalam sehari?
Paris, Venice, Perth, sampai Washington DC.
Aku begitu mengagumi keindahan menara Eiffel, dan aku telah masuk kedalamnya. Ada restoran dengan dominasi warna merah disana.
Nyatanya aku hanya melihat-lihat gambar kota-kota itu melalui internet, tak sanggup menginjakkan kaki secara nyata. Aku bahagia hanya menatap mereka dari gambar dua dimensi.
Juga saat aku bersorak pada suatu sore dimana aku telah menemukan perbedaan antara ode, hymne, elegi dan romansa.
Caraku mencari bahagia dengan sederhana tanpa kapan dan sebuah tanda seru.
Begitulah aku membahagiakanmu.
Seperti aku yang mencintai ketenangan.
Sekalipun hati ini remuk. Begitu lihai menyembunyikannya dibalik senyum yang retak.
Aku tak menyukai keramaian, disorot dan jika menjadi pusat perhatian.
Pada suatu perayaan ulang tahun, aku duduk pada meja paling sudut dan menyendiri menikmati hingar bingar pesta dalam diam.
Caraku tenang tanpa siapa dan dimana.
Begitulah aku ingin menenangkanmu.
Seperti aku yang tak pernah lupa menyapa dan bercengkrama dengan pagi.
Aku membenci malam sebab ia selalu menjerat dengan kesunyian, sedang mencintai pagi karna itulah saat dimana aku mulai mencintai lagi.
Aku bermimpi suatu saat nanti akan meraih nobel penebar cinta di bumi.
Sebab aku jatuh cinta berulang kali, pada seorang yang sama.
Caraku ingin mencintai tulus tanpa apa dan mengapa.
Begitulah aku mencintaimu.
Ini cinta yang sulit. Kau dan aku ditakdirkan tak saling memiliki. Aku tak bisa mencintaimu seperti yang aku mau.

Namun, ketika dia hadir dalam hidupmu—di antara kita—aku pun sadar kebahagiaanku pelan-pelan akan memudar. Betapa tidak, dia bisa memberimu cinta dan perhatian. Menggenggam tanganmu hingga akhirnya kau terlelap di sisinya. Dia melakukan semua yang ingin aku berikan kepadamu.

Dan hari ini, aku memandangi senja pertama yang kunikmati tanpa dirimu. Aku belajar berbahagia untukmu.

Dia yang paling tepat. Aku tahu itu—tapi, bagaimana denganku? Bagaimana caraku bahagia tanpa dirimu?

-Rain Over Me-


"Kalau bagimu merindukanku adalah hal yang berat, harusnya kau mencoba bagaimana caraku merindukanmu. Kau adalah matahari yang menghangatkan pagiku, dan bulan yang menerangi selama tidur malamku. Tak bosan aku merapalmu dalam doa-doaku, berusaha mengetuk hati Tuhan supaya berbaik hati mengirimkanmu untukku.

Tak perlulah kamu tahu berapa banyak air mata yang membasahi bantal saat khayalku terbawa dalam kenangan tentangmu. Dan, aku pun tak ingin kamu ikut sedih ketika tahu betapa dinginnya hari-hari tanpa senyummu....

Jadi, beri tahu aku, kapan kau akan kembali?Atau, haruskah aku lagi-lagi mengganggu Tuhan sampai Dia mengabulkan permintaanku?"

-Believe, Karena Cinta Aku Percaya-
"Kalau rindu, ada foto dirimu yang kusimpan dalam telepon genggam, aku bisa memandanginya, mengelus dengan tangan pada layarnya, dan aku membayangkan itu pipimu yang berjerawat, berharap kamu merasakannya disana. Terobati atau tidak? Itu urusan belakangan."
-fay-

22 Januari 2012

Hei. Ini sudah jam setengah empat pagi dan saya belum tidur sama sekali. Kenapa? Saya juga nggak tahu. Saya baru nyelesain part I naskah baru, judulnya Garadit. Semoga naskah ini bisa berkembang nantinya dan diterima penerbit yang baik hati. Amin.
Cerita ini saya angkat dari pandangan saya terhadap remaja saat ini yang kehilangan kasih sayang orang tua yang sibuk mengejar kebahagiaan dunia, dan melupakan hal paling berharga yang dibutuhkan seorang anak dari mereka. Perhatian. Juga dari ketertarikan saya mengenai AlterEgo, yaitu pemecahan kepribadian atau yang lebih familiar kita kenal: orang yang memiliki kepribadian ganda.
Tiap part bakal diposting, insyaAllah bisa jadi motivasi buat terus dan terus dilanjutin jadi nggak stuck. :) Doain ya..
Tanggung untuk tidur, lanjut dengan soal2 UN dibuku yang super tebal di pangkuan saya sekarang. Dengan hujan yang tadi sempat nemenin sebentar dan saya berharap bakal turun lagi, dengan mata yang bengkak :’) , dan perut yang bunyi-bunyi. Hiii :D
Buat semuanya, selamat menikmati liburan, minggu-senin hhe. Saya sih dirumah aja, berharap ada yang dateng ketok2 pintu dan bawain sebungkus sate kacang dengan bawang goreng yg banyak (ngidam).

22 Januari 2012 :"))))

Garadit I

Di pinggiran kota Medan, pada sebuah tempat pemukiman yang tak jauh dari pusat kota. Malam itu memberikan pemandangan kelam, beberapa orang berlalu lalang melewati  jalan-jalan kecil di tengah derasnya hujan. Parit-parit disepanjang jalan sudah tidak mampu lagi menjalankan fungsinya sebagai pengalir, penuh dan macet. Sehingga pada jalan tersebut air telah menggenang semata kaki. Dari kejauhan seorang pria tampak berjalan terburu-buru mengenakan jaket berhoodie biru tua, kedua tangannya dimasukkan kedalam kantung jaket. Sepatu kets yang dikenakannya telah kelebas seluruhnya. Ia menggigil, mempercepat langkahnya. Dan berhenti pada sebuah rumah. Rumah bergaya tahun empat puluhan, dengan cat putih dan terdapat sebuah teras kecil penuh dengan jejeran pot-pot berbagai jenis bunga yang tampak terawat. Halaman rumah itu cukup luas, ada sebuah lapangan bulutangkis. Pintu depan rumah kayu coklat tua berukiran ke-jawa-an, dinding serupa penyangga dengan ukiran unik, gambaran rumah tersebut telah menjadi saksi kerasnya kolonialisme Belanda. Pria itu langsung membuka pintu dan masuk kedalamnya.
Suasana didalam rumah sepi, seluruh lampu padam. Pria itu menekan tombol saklar pada dinding disamping pintu untuk menyalakan lampu lalu ia berbalik menuju ruang tamu dan terkejut melihat seorang pria yang tampak lebih tua darinya duduk di sana langsung menghadap ke arahnya. Sebagian rambutnya telah memutih dan ia mengenakan kacamata plus-minus, sebuah kacamata yang didesain khusus untuk usia lanjut, terdapat bagian setengah lingkaran dibagian bawah kedua lensa kacamata itu yang merupakan lensa positif dan sisanya berlensa negatif. Sorot matanya teduh namun rahangnya yang menonjol menimbulkan kesan tegas pada wajahnya.
“Dari mana lagi, Gar?” tanya pria tua itu.
Raut keterkejutan terpancar jelas dari wajah pria yang dipanggil Gara oleh pria tua itu. Namun setelah mendengar pertanyaan tadi, Gara langsung menatap tajam kearahnya.
“Berapa kali sih aku harus kenyang ayah panggil dengan nama itu? Lihat aku! Adit, ingat? Adit. Hah, nampaknya ayah harus lebih banyak belajar lagi untuk membedakan antara aku dan Gara. Dia memang anak yang cerdas mengambil hati semua orang.” Gara tersenyum miris sambil melepas jaketnya lalu langsung beranjak meninggalkan ruang tamu.
Pria tua tadi hanya bisa terdiam menangkupkan kedua telapak tangan pada wajahnya yang menegang, ia ayah Gara, Alvin Widjaja. Seorang kontraktor, pemilik Balada, sebuah perusahaan penyedia jasa layanan konstruksi terkenal di Malang. Lahir dari keluarga Widjaya, asli jawa yang seluruh keturunannya mewarisi jiwa enterpreneurship. Ia menikah dengan seorang wanita keturunan Tasik. Mereka bertemu saat Pak Alvin sedang memimpin langsung proyek pengerjaan pemasangan instalasi asesori bangunan sebuah perusahaan baru yang akan dibangun di Tasikmalaya. Saat itu ia masih berusia 23 tahun, masih sangat muda untuk memimpin langsung proyek sebesar itu, namun itulah tujuan ayah seorang Alvin Widjaya, untuk melatih mentalnya, meneruskan Balada. Proyek tersebut mengharuskannya tinggal disana selama empat bulan, dalam waktu singkat itulah ia bertemu dengan Hanum, seorang wanita pelayan warteg yang menjadi tempat favoritnya makan siang saat disana. Meski kaya, ia sangat rendah hati.
Hanum adalah anak dari pemilik warteg tersebut, seorang wanita sederhana yang dianugrahi hidung bangir dengan kulit putih bersih, wanita Tasik asli. Saat Hanum tersenyum, terlihat dua buah lesung pada pipinya yang meluluhkan hati setiap orang yang melihatnya. Saat itu, ia jatuh cinta pada pandangan pertama. Mereka menikah saat Pak Alvin menginjak usia 26 tahun, sedang Hanum 23. Lahirlah seorang bayi tampan mewarisi lesung pipi dan kulit putih ibunya serta pancaran mata teduh ayahnya yang tampan. Ia Gara. Saat Gara berusia 6 tahun, Hanum melahirkan anak kedua, hidung bangir Hanum melekat pada wajah bayi perempuan manis yang mereka beri nama Disa, adik Gara. Sayangnya, saat melahirkan Disa, Hanum meninggal. Pak Alvin begitu terpukul kehilangan istri yang begitu ia cintai. Saat itu ia berjanji pada diri sendiri tidak akan mengganti Hanum, dengan siapapun.
Dua tahun setelah meninggalnya Hanum, Alvin Widjaya melebarkan sayap Balada ke berbagai kota, ia beserta kedua anaknya pindah ke kota Medan, sebab Malang selama dua tahun terakhir menyisakan kepedihan dan kesepian dalam hidupnya, disinilah Balada mendirikan cabang terbesar kedua.
Seiring berjalannya waktu, mereka tumbuh menjadi anak-anak yang cerdas dan memiliki banyak teman. Namun, sejalan pula dengan berbagai bisnis baru yang dibuat oleh Pak Alvin, mereka kehilangan sosok seorang ayah. Alvin menjadi ayah yang baik, dengan melimpahkan kelebihan materi pada mereka, namun tanpa sadar ia melupakan satu hal yang begitu penting. Perhatian. Ditengah kesibukannya, sehari-hari untuk mengurus segala yang dibutuhkan Gara dan Disa, ada seorang pembantu yang telah tinggal bersama mereka sejak di Malang, saat Hanum mengandung Gara, Bu Leni, saat ini usianya telah menginjak 48 tahun, Bu Leni adalah istri dari supir pribadi Pak Alvin dulu yang meninggal akibat serangan jantung, mereka tidak memiliki anak. Sejak kepergian suaminya, Bu Leni mengabdikan dirinya untuk menjadi pembantu keluarga Pak Alvin. Ia menyiapkan makan, menemani membeli keperluan dan kadang ikut bermain dengan Gara dan Disa. Bahkan Bu Leni yang lebih mengetahui apa kebiasaan mereka serta makanan kesukaan mereka. Bu Leni pulalah yang pertama mengetahui bahwa ada suatu kejanggalan dalam diri Gara.
Pada satu pagi, Bu Leni baru selesai menyiapkan sarapan untuk Gara dan Disa, Pak Alvin sedang berada diluar kota sejak dua hari yang lalu, entahlah dikota mana, Bu Leni sudah lelah bertanya, terlalu sering ia meninggalkan anak-anaknya yang masih begitu kecil seperti ini. Hari itu hari pertama Gara berseragam SMP. Disa telah duduk di bangku kelas 3 SD. Disa dengan cepat melahap habis sarapannya, sementara Gara belum juga duduk di meja makan. Karna bingung, Bu Leni mengetuk pintu kamar Gara dan memanggilnya.
“Gara, udah siap pakaiannya? Lama amat, sarapan dulu toh.”
Tak ada jawaban dari Gara. Bu Leni pun perlahan membuka pintu kamar Gara. Dan ia terkejut mendapati Gara sedang tertidur pulas di atas tempat tidur memakai seragam.
“Ndok. Bangun toh, kok tidur lagi? Udah jam berapa ini? Nanti telat lo.” Bu Leni mengguncang tubuh Gara.
Gara bangun dengan malas, ditatapnya Bu Leni yang masih kebingungan.
“Bu Leni. Ngapain juga datang cepat-cepat ke sekolah?” Ia bertanya tanpa beban sedikitpun.
“Lah piye toh? Kamu kenapa, sakit?” Bu Leni balik bertanya, bingung, pikirannya bergumul pada satu hal, bagaimana saat saban subuh tadi, Gara berteriak-teriak membangunkan Bu Leni.
“Ibuuuk.. Bangun, nggak mau telat, nggak mau telat hari pertama SMP loh. Bangun cepetan!” Gara berteriak-teriak sambil menggedor-gedor pintu kamar Bu Leni.
Bu Leni langsung terbangun dan keluar kamar.
“Ya semangatnya anakku ini. Yauwis mandilah sana.” Bu Leni telah menganggap Gara dan Disa sebagai anaknya sendiri.
Gara mengangguk  dan langsung berlari ke kamar mandi, Gara hanya ingin memastikan bahwa Bu Leni telah bangun dan segera menyiapkan sarapan.
Gara merupakan anak yang pintar. Ia selalu berprestasi di sekolahnya. Sifat disiplin diturunkan Pak Alvin pada Gara, tampak padanya yang selalu bangun awal setiap pagi dan tak pantang jika tidak tepat waktu. Gara begitu perfeksionis, ia ingin segala yang ia lakukan berjalan sesuai perkiraannya, sentimentil pula, dengan menganggap hal-hal yang bahkan terlalu kecil menjadi sangat penting. Jiwa pemimpinnya telah terlihat saat ia tak absen terpilih menjadi ketua kelas sejak kelas 3 SD. “Tapi kini apa yang sedang merasuki anak ini?” Batinnya. Apa benar Gara sedang sakit.
“Aku masih ngantuk, keluar ya Bu.” Gara tak menjawab pertanyaan Bu Leni. Ia dengan santainya tidur kembali.
“Jadi ndak sekolah? Lah piye toh?” Bu Leni semakin bingung, tak tahu apa yang harus ia lakukan. Akhirnya ia keluar dari kamar Gara dan mengantar Disa ke sekolahnya, sekolah Disa tak jauh dari rumah. Sekembalinya, Bu Leni melihat Gara sedang santai menonton televisi, seragamnya sudah diganti.
“Gara, udah sarapan?” tanya Bu Leni.
“Ibuk jangan berlagak amnesia, aku Adit. Ingat ya. Ohya enak ya bolos. Hahaha.”

Bu Leni membelalak, ia langsung masuk ke kamarnya, ia ingin menelepon Pak Alvin untuk menceritakan apa yang terjadi pada Gara pagi ini. Ia merenung sejenak, Gara tidak terlihat sedang sakit, tapi ia merasa ada yang aneh. Tidak biasanya Gara bersikap tidak bersahabat seperti itu dengannya, dan bagaimana bisa Gara menganggap bolos sebagai suatu hal yang menyenangkan kini. Yang lebih membingungkan lagi, Adit? Gara Widjaya, dalam nama itu tidak lengkap huruf-huruf untuk dapat merangkai sebuah nama, Adit. Sangat aneh. Namun sebelum sempat mengambil handphonenya, tiba-tiba ia mendengar suara isak tangis, ia tahu itu pasti Gara. Ia berlari keluar, mencari ke kamar Gara, tidak ada. Akhirnya ia menemukan Gara sedang menangis tersedu-sedu bersandar pada sudut dapur, kepalanya tertunduk, menekuk lutut dan memeluknya dengan kedua tangan. Bu Leni langsung menghampirinya.
“Eeh kamu kenapa ndok?” Bu Leni panik, ia takut terjadi apa-apa pada Gara.
Gara mengangkat kepalanya, “Ibuk tahu ini jam berapa? Delapan! Buk Leni jahat ya, nggak bangunin aku, aku nggak pernah bangun sesiang ini. Ibu mau aku dimarahin Ayah? Aku nggak sekolah, padahal ini hari pertama SMP! Bisa-bisa aku dicap jadi anak yang sombong dan seenaknya disana.” Rentetan protes keluar dari mulutnya.
“Gara, tadi pagi kan kamu yang bangunin ibuk malahan. Tapi pas disuruh sarapan kamu tidur lagi, ndak mau sekolah pula. Terus kamu bilang baru bangun? Lha yang tadi nangkring didepan tipi siapa toh? Hantu?” Bu Leni semakin bingung.
“Ibuk, aku baru bangun. Aku nyesel, bener-bener takut dimarahin Ayah.” Suara Gara melemah, rasa ketakutan terlihat jelas di wajahnya.
Bu Leni terdiam, ia hanya dapat memeluk Gara.
“Ndak apa-apa, nanti ibuk telepon ayah, ibuk bilang kamu ndak enak badan. Tenang ndak dimarahin kok.” Ia mengelus-ngelus kepala Gara.
Apa yang terjadi pada anak ini? Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya. Beberapa menit yang lalu Gara menjadi sosok paling dingin yang tak dikenalnya dengan ke tidak pedulian menyebut diri sendiri sebagai Adit lalu dalam sekejap kembali menjadi anak manis yang sosoknya ia cari pagi ini, Gara. Gara seperti terpecah menjadi dua lalu terjebak dalam tubuh yang sama.

**Bersambung**

Aku dan Kamu

Aku dan kamu. Aku tak pernah ingin lancang menggabungkan kedua kata itu dengan kita, cukup aku dan kamu saja. Aku dan kamu saling menyayangi dengan cara sendiri-sendiri. Aku dan kamu punya hubungan istimewa. Aku dan kamu punya chemistry yang sama. Aku dan kamu saling menyayangi, itu saja.

Tentangku: Tak terasa telah begitu lama aku menahan sakit melihatmu jatuh cinta kepadanya, dan aku tahu bahwa ia jauh lebih indah. Aku tahu, tapi yasudahlah. Bermainlah dulu sesukamu, tapi jika kamu lelah, pulanglah. Jika kamu lupa, nanti pundakku bisa lupa akan tugasnya menyangga segala letihmu. Haha bercanda.
Berbahagialah disana ya, sedang kebahagiaanku? Ah, itu bisa menyusul.
Karena bahagiaku sederhana. Sesederhana engkau yang melihat aku, dengan sepasang mata yang seakan kau sembunyikan satu dariku. Bahagiaku sederhana. Sesederhana senyum yang terkembang sebab engkau memanggil aku, beserta namaku. Bahagiaku sederhana. Sesederhana diamku. Sesederhana penantianku. Sesederhana kata, yang terkadang lancang ingin menyamai keindahan luarbiasamu.

Tentangmu: Fach. Kamu pria paling membingungkan yang pernah aku kenal seumur hidupku. Bercerita di dekat kamu, aku merasakan getaran misterius dalam dadaku. Kamu selalu bercerita dengan mata berbinar namun teduh. Kamu serupa arsitek yang memperhatikan detail. Kalau mulai bercerita soal ide, kamu pencetusnya. Pria yang kelihatannya dingin, tapi memiliki hati yang mudah luluh dan dapat dengan mudahnya pula meluluhkan hati siapapun. Kamu adalah perpaduan antara yang keras dan lembut. Begitu mengagumi sosok seorang Ayah. Super menyebalkan terkadang. Selalu tahu apa yang kamu lakukan, kamu rendah hati, kamu mudah bergaul dan memiliki banyak teman. Juga kamu pintar di berbagai hal. Lalu punya cita-cita yang besar.
Aku selalu memandang kamu sebagai orang besar suatu hari nanti. Aku selalu memperlakukanmu sebagai orang besar. Karena begitulah kamu. Ketika bercerita, berjalan, ditatap, duduk bersebelahan denganmu aku selalu tahu suatu hari nanti kamu akan sukses.
Kalau ada yang tanya seperti apa Fach: aku akan mengatakan bahwa kelak dia akan jadi orang. Ya, aku hanya tahu itu dari hatiku. Tidak berlebihan, aku yakin.

Entah mungkin suatu saat kita bisa bersama lagi atau tidak. Aku dan kamu tidak tahu. Aku hanya harus tahu, aku tidak selalu ada di hatimu. Kamu hanya harus tahu, sampai kapanpun, Fach akan selalu ada di hatiku.

When life gives you lemon.



When life gives you lemon, make lemonade.
Or marmalade, depending on how much lemon life’s gave you.


Saat hidup memberikan hal-hal yang tidak kau suka, yang membuat mukamu berkerut masam, kau bisa melakukan banyak hal.
Kalau menerima tidak mau, merengek, mengeluh, menangis, menolak dan berontak.
Boleh.
Tapi tetep aja, pada akhirnya, di suatu titik akan kehabisan nafas, dan menatap nanar si lemon.
Memutuskan untuk mengambil jalan damai. Membuatnya jadi lebih manis dan lebih berguna, entah itu buat diminum atau dioles ke roti panggang.
If you want to seek revenge, these following tips may help:
  • When life gives you lemons, squirt the juice in his eye.
  • When life gives you lemons when no one is looking, throw them through life’s window and run away.
  • When life gives you lemons, find a new life who will give you grapes.
Just kidding :)

Kau Ingin Jadi Orang Asing

: Aan Mansyur

Kau berubah dari orang asing
menjadi orang yang aku kenal.
Kau berubah dari cuma teman
menjadi yang aku mimpikan.
Kau berubah dari yang ku sayang
menjadi yang aku takutkan hilang.
Tapi tiba-tiba kau yang aku cintai
menjadi yang ingin aku lupakan.
Kini kau yang aku cintai
tak lebih seorang yang aku benci.

Aku ingin kembali jadi orang asing.
Sungguh, aku ingin jadi orang asing.
Agar bisa berubah jadi seorang teman,
kau mimpikan dan kau cintai sekali lagi.

Selamat Untukmu

dear gadis hujan,
apa kabarmu? aku selalu berharap kau tetap sehat . aku dengar buku pertamamu sudah terbit ya? waah aku turut senang dengan berita ini. karena jujur saja ini buku yang aku tunggu-tunggu. selamat ya akhirnya sedikit demi sedikit mimpi dan harapanmu menjadi kenyataan. aku yakin pasti segalanya akan menjadi yang nyata. karena kau memiliki semua semangat untuk mewujudkannya. aku disini sangat merindukanmu. rindu tertawamu dan obrolan ringan kita.
tetap selalu berusaha mewujudkan mimpimu ya. oya satu lagi, aku ingin mendengarmu bermain biola kelak. aku pasti akan menjadi orang pertama yang berdiri dan bertepuk tangan ketika kau selesai bermain.
satu pesanku, jangan pernah tinggalkan Shalat lima waktu dan jangan pernah lupakan aku.


salam rindu


dita afandria

Maaf sampai ditha tulis tiga surat ke yla satupun belum pernah yla balas, bukan apa-apa. Mungkin ini bisa jadi balasan: setiap baca yla nangis dan bingung harus bilang apa. Nggak nyangka dan bersyukur. Makasih buat semuanya :') jangan tanya berapa besar rindu dari yla, karna cuma Allah yang tau. Peluk cium..

For Sister Rahne Putri

“Semalam, adalah satu dari sekian banyak hari yang terus terang sangat menarik dan menghiburku di dunia maya. Kamu, pujaan banyak wanita, dengan bangga telah menjatuhkan lagi hati ke seseorang. Bahagia itu kamu, turut berbahagia itu aku. Tapi dari delapan penjuru, banyak orang yang cemburu dan banyak yang mengira aku pun begitu. Ratusan kata kata hiburan menghiasi layar telepon di genggamanku & ratusan puk puk menyeka punggungku atas bahagia sedang menimpamu. Mereka hadir, menyeka air mata yang tidak ada. (Sebenarnya ada air mata, tapi bukan kamu, dan lagipula sudah kulewati dengan tegas hari-hari itu HAHAHA)

Dengan surat ini, aku mengucap selamat untuk kamu dan pemilikmu, Zarry & Zarry’s.

Tenang saja, pencinta kata akan tetap ada. Bukan begitu, Zarry?

Salam dari hati & juga aku.
NB: Kalau kamu bahagia, ajak ajak aku ya, bantu aku cari Pangeran Kanebo ;)”


Untuk kak Rahne yang sedang tersenyum selebarnya menahan terjun airmata. Sudah lama aku ingin mengirim surat untuk kakak, tapi aku tak tahu apa yang harus kukatakan, aku begitu mengagumi kakak dan beribu kata yang tercipta dari jemari-jemari itu. Ini mungkin waktu yang tepat.
Jujur saat membaca penggalan surat kakak buat kak Zarry diatas yang sedang berbahagia disana aku hampir menangis. Sebuah drama yang sempurna kak. Akting kakak benar-benar bagus, tolong kapan-kapan kalau kita bisa berjumpa (aku selalu berharap dapat bertemu kakak) ajarkan aku ya. Sembunyikan kesakitan dibalik tawa HAHAHA itu. Juga akupun pernah seperti kakak, aku pernah merasakannya, bahkan lebih menyakitkan.
Bagaimana perasaan kakak? Sudahlah kak, jangan ditahan, aku tahu bulir-bulir itu belum habis dari mata indah kakak, menahan rasa yang sedang menyala-nyala seperti kobaran api yang tak segan melahap habis yang ada. Aku tahu kak, karna aku juga pernah merasakannya.
Rasa cinta itu begitu besar, tapi untuk memiliki merupakan suatu hal yang kelak menyediakan rasa sakit yang bertubi-tubi. Kehilangan. Bukan begitu?  Sebab ingin selalu berada didekatnya, ingin menjadi berharga, merindukan, membahagiakan, tersenyum dan tertawa bersamanya namun tak ingin kehilangannya. Begitu perih. Tanpa disadari sekejap ia merenggang, jauh dan akan termiliki oleh siapapun, malaikat yang akan mengisi hatinya, memenuhi pikirannya dan melengkapi hari-harinya. Sedang diri ini, hanya dapat berdiri tertunduk menahan, ikut tersenyum untuk bahagianya yang selalu ada dalam doa.
Apa yang dapat dilakukan seseorang yang tak pernah menjadi siapa-siapa? Lepaskan semua yang membuncah didalam sana dan jangan lupa tetap bersyukur kak. Bukan ingin menasihati, tapi bukankah masih bisa saling merangkai kata lagi? Masih bisa bertemu lagi? Itu karna yang terjadi tak pernah dimulai, maka tak pernah berakhir. Bukankah menjelma menjadi satu hal yang (mungkin) masih dapat terucapkan syukur? Juga hujan semangat dari mereka untukmu. Sedikit ingin membagi, saat seperti kakak dulu, tak ada satupun untukku kak, tak ada.
Segala sesuatu terjadi bukan tanpa alasan kak. Mungkin Tuhan sedang merancang skenario dan memberikan akhir yang indah. Dan suatu saat jika takdir berkehendak, akan ada masa dimana kakak akan berkata sambil menggenggam tangannnya menyambutnya kembali seperti pada puisi kak Aan Mansyur “Adakah cinta yang jatuh padamu melebihi cintaku?” Senyuum :)
“Bahagia itu kamu. Ikut berbahagia itu aku. Jelaga tawa terkumpul di mata. Keduanya tumpah melebur satu. (di)selamat(kan) malam. Semoga mentari mengajakku kembali menari.
Malam sebentar lagi habis. Mimpi belum juga datang.”
-Rahne Putri

n.b: kalau kakak sempat balas surat ini ya, aku menantikan kata-kata yang lahir dan tak absen menginspirasiku dari hati tegar itu.

Peluk Cium
Feby :)

Teruntukmu, yang mungkin tidak tahu...

oleh: Restya Mahara
#30HariMenulisSuratCinta

Aku merindukanmu. Teramat sangat merindukanmu.
Jauh di sana, di relung terdalam dadaku ada salah satu sudut tempat kamu bersemayam dengan tenang di sana. Kamu mengekal. Kamu abadi di sana. Dan aku tidak lagi takut akan kehilanganmu seperti yang dulu sudah pernah terjadi.
Apa kamu mendengarnya? Apa tetesan air hujan yang jatuh malam ini telah menyampaikan pesanku padamu?
Aku membisikkan sedikit untaian kalimat dengan nada cinta pada rintik air yang jatuh dari langit. Tentu saja dengan harapan, jika kamu masih terjaga malam ini, maka mereka akan senantiasa menemanimu melewati dingin yang menusuk sampai ke dalam tulang. Sama rasanya seperti rasa ketika aku merindukanmu. Rasanya sangat menusuk, hingga membuatku sesak di dalam dada. Seperti ada yang membuncah keluar dan memberontak minta diutarakan.
Mungkin malam ini keberadaanku tidaklah kau ingat sama sekali di hari-harimu yang kini selalu cerah karena selalu ada dia—wanitamu—yang selalu menemanimu setiap saat—mungkin lebih dari apa yang biasa aku lakukan dahulu.
Tapi ketahuilah, jika malam ini kamu masih belum terlelap, tetesan hujan yang turun dan merambat perlahan di jendela akan membuatmu kembali merindukanku. Akan ada bayangku di sana, tersenyum manis padamu sambil membawa sekotak penuh kenangan tentang kita.
Namun, bila ternyata kamu sudah terlebih dahulu terlelap dan pesan dariku terlambat sampai, kamu tenang saja. Mereka akan menyisip masuk ke dalam mimpi-mimpimu dan secara otomatis menggantikan mimpi indah milikmu dan wanita itu dengan mimpi tentangku.
Ya, mungkin saja kamu tidak tahu.
Atau memang kamu berpura-pura tidak tahu.
Atau mungkin kamu memang tidak mau tahu sama sekali.
Tapi satu hal yang pasti, di dalam hujan yang turun dari langit malam ini, cintaku tersemat di sana. Terangkai dengan indah.
Tentu saja masih dengan pesan yang sama,
“Aku mencintaimu. Apa anak kita sudah tertidur? Aku menunggumu di singgasana kita. Dengan penuh cinta, istrimu.”
P.S. : Kamu jangan ketiduran lagi di sana. Kalau sudah selesai mendongengnya ke sini lagi temenin aku. Kamu lupa aku takut sama gemuruh petir dan kilat?

Perayaan

Didalam seluruh kata-kata ada aku, kau, dan cinta yang masih sama. Juga bagaimana sakitnya mencintai seperti ini, mencintai kau yang telah dibawa pergi semesta dari satu kata, kita.
Seringkali, pada tiap malam yang sepi, tiap malam yang mencekam yang enggan dan tak segan harus dilalui –tanpamu, aku memandangi wajahmu di pigura hitam yang tak pernah seharipun debu menempel pada tiap sisi-sisinya. Wajah seorang yang begitu bersyukur telah dicintai (atau tercintai) oleh seorang lagi didalam sana. Sudah begitu lama terbiasa tak membaca kata demi kata yang kau kirim melalui pesan singkat. Kadang aku membuka beberapa yang masih kusimpan, sebab begitu manis bagiku, seperti harapan akan kesembuhan dan kecupan ucapan selamat malam untuk merayakan kesedihanku.
Dan dalam mimpi, seperti telah terproduksi sebuah opera sabun yang tokoh utamanya adalah kau. Stripping. Kau tertawa didalam sana, cara tertawa paling indah tetap punyamu. Sekalipun di dalam tidurku, maukah tertawa sekali lagi? Dinyataku?
Sudahlah, kini antara aku dan kau ada mimpi lain yang jauh lebih indah dan cerah dari seluruh mimpi yang pernah ada dibawah langit.
Karna begitu lelah dan jengah –sedikit tak sadarkan diri, kadang juga aku ingin membeli sebuah mesin waktu untuk kembali ke waktu... Entahlah waktu itu, waktu yang indah bagiku, entah bagimu. Aku di sini. Kau jauh. Alangkah rindunya.
-Untuk merayakan rindu dan kesedihan yang ganas dari fisik yang renta sekalipun.

Lima Belas

Kamu menarik napas dalam-dalam dan kamu berjalan melalui gerbang itu pagi hari pertama kamu sekolah.
Dan kamu menyapa teman sekitar, kamu belum terkenal dalam beberapa waktu.
Coba dan hati-hati dengan pergaulan.
Ini tahun pertamamu dan kamu akan berada di sini selama tiga tahun berikutnya.
Berharap salah satu dari kakak kelas akan mencuri pandang padamu dan berkata "Kamu tahu, saya belum pernah melihat kamu sebelumnya"

Karena ketika kamu berumur lima belas dan seseorang mengatakan bahwa dia mencintaimu kamu akan percaya.
Dan ketika kamu lima belas kamu merasa tak ada hal yang dikhawatirkan.
Yah, tunggu saja, jalani itu sebelum kamu tahu kamu akan menjadi apa.
Lima belas.

Kamu duduk di kelas di sebelah gadis berambut merah bernama Abigail dan langsung bersahabat.
Menertawai gadis-gadis lain yang juga berpikir mereka begitu keren dan akan keluar dari sini secepatnya.
Dan kemudian kamu melalui kencan pertama dan dia memiliki motor.
Dan perasaanmu melayang.
Ibumu menunggu di rumah dan kamu pikir dialah satu-satunya.
Dan kamu menari bahagia dalam kamar ketika malam kencan berakhir. Saat malam berakhir.

Karena ketika kamu berumur lima belas dan seseorang mengatakan bahwa dia mencintaimu kamu akan percaya.
Ketika kamu lima belas dan ciuman pertamamu membuat kepalamu berputar.
Tapi dalam hidupmu kamu dapat melakukan hal-hal yang lebih besar lagi daripada mengencani laki-laki dari tim sepak bola.
Tapi aku tak tahu itu saat lima belas.

Saat semua yang kamu inginkan hanya tinggal khayalan.
Kamu berharap bisa kembali dan mengatakan kepada diri sendiri apa yang telah kamu ketahui sekarang.
Kembali kemudian aku bersumpah aku akan menikahinya suatu hari nanti.
Tapi aku menyadari beberapa impian besarku.
Dan Abigail telah memberikan segala yang dia miliki kepada lelaki itu.
Dan mengubah pikirannya lalu kami berdua menangis


Karena ketika kamu berumur lima belas dan seseorang mengatakan bahwa dia mencintaimu kamu akan percaya.
Dan ketika kamu lima belas, jangan lupa untuk melihat sebelum kamu terjatuh.
Aku tahu waktu adalah yang paling dapat menyembuhkan apapun.
Dan kamu mungkin hanya menemukan siapa kamu seharusnya.
Aku tak tahu siapa aku seharusnya saat lima belas.


- Terjemahan dari sebuah lagu Taylor Swift-Fifteen
"Mungkinkah suatu saat aku bisa mendapat sebuah surat sederhana yang cukup indah darimu –yang membuatku kembali merasa begitu berharga seperti dulu. Karena aku tau kau tak begitu suka menulis hal semacam ini. Karena mungkin bagimu, semua ini tak terlalu berguna. Seperti juga semua tulisanku."

Jalan Setapak

Sepanjang jalan setapak dihadapannya. Ranting pohon bersulur-sulur disisi-sisinya. Matahari selalu terik sinarnya. Hanya rumput dan ia.
Suasana lenggang. Kicau burung telah hilang. Dan begitupun parit kecil di sekeliling. Jalan setapak itu hening.
Seperti jarang menyusuri dengan perasaan suka. Selalu dipatrikannya duka. Kadang ia murka tanpa bergeming. Sebab padanya telah terlalu sering.
Diujung gerbang telah ada. Teriring rasa percaya. Harapan tinggal terbentang. Mengganti karpet merah bagi kaki dan tangannya untuk direntang.

Untuk harapan yang tersisa
12 Januari 2012

Laut

:fach
Matamu lampu kerlap-kerlip kota yang terbentang luas di bawahku
Aku hujan yang tak sengaja menghapus indahnya
Senyummu kaki-kaki gunung
Aku pendaki yang jauh meninggalkannya
Untuk mencapai puncak
Tidak berkehendak tapi tak dapat mengelak
Cintaku gelombang kapal
Cintamu gelombang laut
Menyatu, berlawanan, menolak kelak
Kelak yang mimpi
Diatas semua, takdir langit biru
Hanya dapat menatap
Menunggu untuk dijemput
Laut dan maut yang terpaut

(Bireun, 4 Desember 2012)

Anne Ahira

Aku lupa kapan, tapi waktu itu benar-benar nggak ada kegiatan. Jadilah browsing seharian, cari informasi ini itu. Nah, ntah darimana jalannya nyampe di website www.asianbrain.com. Website itu punya satu orang Indonesia, perempuan, namanya mbak Anne Ahira. Dia termasuk orang sukses melalui bisnis onlinenya. Semacam sekolahan gitu, buat ngasih cara-cara sukses berbisnis lewat dunia internet. Jadi aku iseng daftar gitu di websitenya, nah masalahnya untuk dapetin ilmunya itu musti bayar, berhubung cuma iseng aja jadilah malas untuk nerusin. Tau-tau kebaca kalo setelah daftar bakal dapet email mingguan gitu selama sebulan atau tiga bulan aku lupa, gratis. Email tentang motivasi-motivasi, sebelum masuk ke info tentang manajemen bisnis via internet yang bayar itu. Nggak berapa lama masuk emailnya langsung dari mbak Anne itu sendiri. Setelah dibaca-baca, emailnya bener-bener friendly, dia manggil kita dengan nama, wuih humble bener deh. Dan motivasi-motivasi dari dia itu bener-bener bagus. Sayang cuma bisa dapet beberapa kali aja, maklum gratisan hehe. Ini salah satu email dari mbak Anne Ahira, I teel you, it’s one hundred percent awesome :) Tertarik? Kunjungi aja websitenya :)
-

Untuk....
Febiola - Sahabatku yang baik hati!
Apa kabarnya hari ini? :-)
Berikut saya kirimkan artikel saya yg ke-6 untuk Febiola! Mudah-mudahan Febiola menyukainya! :-)
Salam hangat selalu..

Temanmu,
Anne Ahira

Dimana Letak Bahagia Anda?

Ditulis oleh: Anne Ahira
"Tempat untuk berbahagia itu ada di
sini. Waktu untuk berbahagia itu kini.
Cara untuk berbahagia ialah dengan
membuat orang lain berbahagia"
-- Robert G. Ingersoll

Febiola, apakah saat ini merasa bahagia? Di mana letak kebahagiaan Febiola
sesungguhnya? Apakah pada moleknya tubuh? ..Jelitanya rupa? Tumpukan harta?
....atau barangkali punya mobil mewah & tingginya jabatan?
Jika itu semua sudah Febiola dapatkan, apakah Febiola bisa memastikan bahwa Febiola *akan* bahagia?

Hari ini saya akan mengajak Febiola untuk melihat, kalau limpahan harta tidak selalu mengantarkan pada kebahagiaan
Dan ini kisah nyata...

Ada delapan orang miliuner yang memilikinasib kurang menyenangkan di akhir hidupnya. Tahun 1923, paravmiliuner berkumpul di Hotel Edge Water Beach di Chicago, Amerika Serikat. Saat itu, mereka adalah kumpulan orang-orang yang sangat sukses di zamannya.
Namun, tengoklah nasib tragis mereka 25 tahun sesudahnya! Saya akan menyebutnya satu persatu :
=> Charles Schwab, CEO Bethlehem Steel, perusahaan besi baja ternama waktu itu. Dia mengalami kebangkrutan total, hingga harus berhutang untuk membiayai 5 tahun hidupnya sebelum meninggal.
=> Richard Whitney, President New York Stock Exchange. Pria ini harus menghabiskan sisa hidupnya dipenjara Sing Sing.
=> Jesse Livermore (raja saham "The Great Bear" di Wall Street), IvarKrueger (CEO perusahaan hak cipta), Leon Fraser (Chairman of Bank of International Settlement), ketiganya memilih mati bunuh diri.
=> Howard Hupson, CEO perusahaan gas terbesar di Amerika Utara. Hupson sakit jiwa dan meninggal di rumah sakit jiwa.
=> Arthur Cutton, pemilik pabrik tepung terbesar di dunia, meninggal di negeri orang lain.
=> Albert Fall, anggota kabinet presiden Amerika Serikat, meninggal di rumahnya ketika baru saja keluar dari penjara.

Kisah di atas merupakan bukti, bahwa kekayaan yang melimpah bukan jaminan akhir kehidupan yang bahagia!
Kebahagiaan memang menjadi faktor yang begitu didambakan bagi semua orang.
Hampir segala tujuan muaranya ada pada kebahagiaan. Kebanyakan orang baru bisa merasakan *hidup* jika sudah menemukan kebahagiaan.

Pertanyaannya, di mana kita bisa mencari kebahagiaan?

Apakah di pusat pertokoan? Salon kecantikan yg mahal? Restoran mewah? Di Hawaii? di Paris? atau di mana?
Sesungguhnya, kebahagiaan itu tdk perlu dicari kemana-mana... karena ia ada di hati setiap manusia.


Carilah kebahagiaan dalam hatimu!
Telusuri 'rasa' itu dalam kalbumu!
Percayalah, ia tak akan lari kemana-mana...


Hari ini saya akan berbagi tips bagaimana kita sesungguhnya bisa mendapatkan kebahagiaan *setiap hari*.
Berikut adalah tips yang bisa Febiola lakukan:

1. Mulailah Berbagi!Ciptakan suasana bahagia dengan cara berbagi dengan orang lain. Dengan cara berbagi akan menjadikan hidup kita terasa lebih berarti.
2. Bebaskan hati dari rasa benci, bebaskan pikiran dari segala kekhawatiran. Menyimpan rasa benci, marah atau dengki hanya akan membuat hati merasa tidak nyaman dan tersiksa.
3. Murahlah dalam memaafkan! Jika ada orang yang menyakiti, jangan balik memaki-maki. Mendingan berteriak "Hey! Kamu sudah saya maafkan!!".

Dengan memiliki sikap demikian, hati kita akan menjadi lebih tenang, dan amarah kita bisa hilang. Tidak percaya? Coba saja! Saya sering melakukannya. :-)

4. Lakukan sesuatu yang bermakna.
Hidup di dunia ini hanya sementara. Lebih baik Febiola gunakan setiap waktu dan kesempatan yang ada untuk melakukan hal-hal yang bermakna, untuk diri sendiri, keluarga, dan orang lain. Dengan cara seperti ini maka kebahagiaan Febiola akan bertambah dan terus bertambah.
5. Dan yang terakhir, Febiola jangan terlalu banyak berharap pada orang lain, nanti Febiola akan kecewa!

Ingat, kebahagiaan merupakan tanggung jawab masing-masing, bukan tanggung jawab teman, keluarga, kekasih, atau orang lain.
Lebih baik kita perbanyak harap hanya kepada Yang Maha Kasih dan Kaya.

Karena Dia-lah yang menciptakan kita, dan Dia-lah yang menciptakan segala 'rasa', termasuk rasa bahagia yang selalu Febiola inginkan. ^_^


Sampai bertemu minggu depan! :-)