Apa Yang Akan Kita

:fach

Lihat apa yang ku pijak
Apa yang kamu pijak
Apa yang tidak kita injak

Lihat apa yang ku lalui
Apa yang kamu lalui
Apa yang akan kita hadapi

Lihat apa yang ku impikan
Apa yang kamu impikan
Apa yang akan kita wujudkan

Aku hanya ingin kamu tahu
Aku rindu
Bahkan hanya sepenggal salam
Semoga kamu dalam lindunganNya

Artis Lelaki Termanis, Terkiyut, Terunyu, Termendebarkan Hati ^,^


Nyoman Oka Wisnupadha Antara
Jakarta, 8 Juli 1980
Status : istri satu T_T
(Haha, just kidding)

29 Februari 2012

“Jika diizinkan bertutur ingin rasanya kita duduk berbicara dari hati ke hati. Bercerita tentang apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh hati. Tentang masa-masa sulit dan lapang yang mengisi hari-hari kita. Setelah ini mungkin masih akan ada ujian-ujian yang dihadapka pada kita. Seperti air yang tidak pernah bertanya, mengapa ia harus mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Atau tentang bulan yang setia berotasi terhadap bumi. Semuanya sudah Allah SWT atur.
Kita mungkin mengeluhkan kelemahan kita, tapi sebenarnya dengan segala kelebihan yang ada, kita juga sedang diuji. Jika kita merasakan sesak dan putus asa dengan segala masalah yang menghimpit. Sadarlah bahwa Allah selalu ada tanpa kita meminta. Yakinlah bahwa semua ikhtiar dan do'a tak kan ada yang percuma. Allah Maha Ada dan Mendengar. Rasanya tak pantas jika seseorang seperti saya berbicara tentang penyesalan. Tapi Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Dan setiap orang yang beriman akan diuji karena di balik kesulitan itu ada kemudahan.”
Alhamdulillah, hari ini kami nggak jadi ikan teri, lebih tepatnya belum, rabu depan mungkin kami nggak akan selamat lagi hhh.. Oke, hari ini benar-benar hari terunyu, termenyebalkan sekaligus termendebarkan. Hanya untuk mendapatkan uang sebesar Rp 110.000 aku dan rini harus berkelana keliling seperempat kota Medan (mungkin). Haa, memang kurang beruntung nukar Yen ke Rupiah waktu kurs mata uang negara Indonesia tercinta ini lagi rendah-rendahnya. Seribu Yen cuma ketuker dengan seratus sepuluh ribu. Tapi pengalamannya ini yang langka. Naik 3 macem ankot juga nggak nemu tempatnya, akhirnya kami naik becak dan sampai dengan selamat di... Kampung keling. SubhanAllah. Kampung keling itu disitu ternyata. Kalau dari sekolah kami hanya harus naik satu macam ankot, turun di depan Cambridge hotel, dan jalan sedikit dengan manis kesana. Dan tahukah kami sudah sampai kemana saja tadi? Lapangan merdeka, Sentral di Medan Mall, pajak ikan, tanya-tanya ke orang-orang sampai ke para pak polisi yang santai duduk-duduk di posnya mengabaikan lalu lintas di depan mata mereka, pak satpam yang unyu-unyu juga nggak lepas jadi narasumber kami, kakak-kakak pinggir jalan yang kami tunggu sampai dia siap menelepon, dan masih banyak lagi suka dukanya, halah. Engsel kaki juga hampir patah (oke ini berlebihan). Ditemani gerimis, kami duduk manis di becak dan bercerita2 dengan abang becak itu. Wah, dari pembicaraan tadi ternyata anaknya sudah lulus D3 dari STAN jakarta, dan telah bekerja, anak perempuannya sebaya dengan kami, dan berprestasi di sekolahnya, katanya dia mau masuk UGM. Uang sekolah anaknya ini tujuh ratus ribu per bulan. Lebih besar dari uang sekolahku. Aku salut dengan abang itu. Dan perjalanan mencari money changer ditutup dengan kembali lagi ke lapangan merdeka dan makan bakso. Ohya, aku tidak suka air tebu. Grrr.. Di jalan pulang di lampu merah, pengamen tadi bernyanyi: "Merindukanmu slalu kurasakan.. Kau mampu membuatku tersenyum, dan kau bisa membuat nafasku lebih berarti.." Hem, untuk yang sedang berjuang dan bertanding disana, semangat ya :) Rumahku berada dekat dengan kos-kosan mahasiswa Sari Mutiara, saat berjalan ke arah rumah tadi aku melihat di salah satu rumah kos, sedang ada keramaian. Aku melihat kue tar, dan lilin yang sedang menyala. Dipegang oleh seorang perempuan, dan di depan kue tadi ada seorang perempuan lagi. Tampaknya mereka bersahabat, perempuan tadi, yang berulang tahun selesai meniup lilin saat aku melihatnya dan semua teman-temannya bertepuk tangan gembira. Kapan ya aku bisa dapat sebuah kejutan seperti itu, ada kue tar, aku menutup mata dan mengucap sebuah pinta dalam hati. Aku nggak pernah merasakannya. Terkadang rasanya ingin sekali. Oke besok ujian semester PKN, jumat Try Out ke2, sabtu puncak ESA? Tidak, bukan itu, ujian semester fisika. Sekian dan terimakasih. Bismillah...

28 Februari 2012

Dari yang awalnya hanya sebuah keisengan untuk membuat boneka danbo, akhirnya tercetuslah sebuah ide untuk berbisnis papercraft bersama rizki ujum. Sekedar informasi, danbo yang kubuat kalah bagus dengan danbo buatannya yang berbaju Milanisti (nangis darah.) Haha. Ya, memang dasar otak pebisnis bergabung dengan seorang perempuan jago berbicara yang nantinya bertugas sebagai bagian pemasaran dalam bisnis ini (baca: PSG), semoga aja berbuah manis. Amin.
Anoreksia yang terjadi belakangan ini sudah tidak terjadi lagi, tetapi selera makanku mulai berkurang. Alhamdulillah, setidaknya tubuhku terisi makanan untuk memberi energi dalam beraktivitas. Aku juga sudah bisa menambah jam tidurku lagi sekarang.
Dan hari ini aku melihatnya, meski hanya sebentar. Setidaknya melihatnya. Hanya melihatnya. Mungkin sekarang dalam pikirannya, aku telah benar-benar bahagia melepasnya. Ia hanya tak tahu, disini ada aku yang melanjutkan hidup seperti kehilangan sebagian jiwa, aku benar-benar kosong, ia hanya tak tahu aku mati-matian mencoba melupakan semua kenangan dan pergi sejauh-jauhnya dari pandangannya hanya untuk melihatnya bahagia, dan tidak mengganggu hidupnya yang nyatanya begitu lengkap tanpa aku. Apa yang pernah aku minta padanya untuk ia berikan? Pernahkah paksaan terucap dariku? Apa kesalahan yang telah kubuat? Aku tidak salah, aku hanya tidak bisa memaksa, bukan aku orang yang ia cintai lagi. Aku hanya mencintainya, tidak dicintai. Aku harus terima.
Hari ini disela-sela segala yang kulakukan terselip airmata, karna aku teramat merindukannya. Karena aku masih harus bertahan cukup lama lagi untuk melihat segala hal yang membuat hatiku perih di sekolah. Segala tantangan kata-kata, yang mungkin sekarang kata-katanya sudah dimiliki oleh seorang yang ia cintai, tak ada lagi. Nggak ada lagi masukin kereta bareng-bareng, makan di meja makan bareng, sikapnya yang dingin, segala perdebatan dan cerita, tentang apa saja, yang membuat lupa akan waktu, kadang kami membicarakan politik, kebodohan, apa yang televisi tampilkan, dan yang paling aku suka, tentang mimpi. Aku harap ia sehat selalu, Impianku.
Hari ini hujan, deras sekali. Aku merasa bingung. Banyak yang masih ingin kuungkapkan, tapi aku tak sangggup. Aku semakin lemah belakangan ini. Namun apapun yang terjadi, aku harus tetap tersenyum dan menerima semua apa adanya. Masih banyak mimpi yang harus kuraih. Semoga akupun selalu sehat.
Besok adalah hari dimana kiamat sugra terjadi dan akan dialami oleh rakyat kelasku, dengan nilai yang menyedihkan, dibawah kuasa Buk Tri, kami hanya 36 ikan teri tak berdaya yang siap untuk dijadikan lauk. Selamat menikmati.

Sebab Langit Menangis

Dibawah teduh laju kendaraan yang akan membawa kami ke tempat yang dituju masing-masing.
Disini ada seorang gadis yang sedang membaca sebuah buku tentang kisah cinta setebal kira-kira tiga ratus halaman.
Dibawah derasnya hujan yang turun, ada seorang ibu yang terlelap di bahu anak lelakinya. Harapan dan topangannya di masa depan.
Disini ada sang supir yang tak henti membasuh peluh pada dahinya meski udara terasa dingin menusuk, dibawah teduh angkutan umum diantara deras hujan.
Didalam kendaraan ini, ada seorang yang hatinya tak kalah sedih dengan langit. Tak kurang gemuruh dari petir diluar sana. Tak gentar meneteskan bentuk sederhana dari sebuah keperihan, airmata.
Dalam hujan hari ini, dibawah teduh laju kendaraan yang akan membawa kami ke tempat yang dituju masing-masing.
Sedang dikejauhan sana, ada seorang lagi yang dicinta, menikmati hujan bersama seorang yang dicinta seorang itu.

(Dalam perjalanan menuju medica. Selasa, 28 Februari 2012)

27 Februari 2012

21:05

Yee, danbo selesai! Ahhaha, rizki ujum.. Besok kita akan adu danbo yang imut-imut ini, semoga saya menang, wkwk. Sebagian nyawa dalam hidupku kembali. Umi hari ini mulai mengajar lagi. Aku rindu dengan semua ceramah-ceramahnya yang tak berkesan menggurui tapi lebih kepada menceritakan namun dalam sekejap membuat hati terasa dingin dan sejuk. Hari ini ujian TOEFL. Aku sudah berusaha semampuku, Allah yang mengatur sisanya. Semoga mendapat skor yang layak, amin.. Hari ini kelas sangat menyenangkan, entah kenapa momen-momen saat akan meninggalkan masa putih abu-abu ini terasa indah dari sebelumnya. Hhhh, I’m gonna miss all the moments. Kelas yang memberiku semangat tiap harinya, dengan orang-orang yang benar-benar peduli. Abu-abu. Aku rindu dia, dia sedang apa ya. Apa dia merindukanku juga? Aku rasa tidak. Ia sudah tenang tanpa aku. Aku rindu kamu, Abu-abu.

3 Kata dari Abu-abu

Pergi
Aku menulis sebab saat pergi nanti, aku tidak mau meninggalkan luka pada telinga teman-temanku dengan suara sumbang yang melesat dari bibir seperti pedang sepanjang hidup.
Aku menulis sebab saat pergi nanti, aku ingin meninggalkan kisah pada mereka bahwa kata-kata telah menyelamatkanku dari tak bunuh diri karena rasa kurang syukur.
Aku menulis sebab saat pergi nanti, aku berhasil menjadi perempuan yang tak mampu meneriakkan kalimat kasar pada pria yang kucintai.
Aku menulis sebab saat pergi nanti, aku ingin jadi lipatan mimpi pada pesawat kertas yang akan membawamu melanjutkan hidup dan mampu membuatmu tersenyum membaca semua kenangan dalam kata.
Aku menulis sebab saat pergi nanti, aku ingin agar kamu tahu bahwa kehidupan, bagaimanapun kejamnya, selalu indah untuk dituliskan.

Mimpi
Betapa sederhana pagi mengajarkan jatuh cinta. Embun yang luruh dari daun, matahari mengintip dari balik awan, kuning kelabu.
Dan harapan yang lahir kembali dari mimpi semalam, untuk melewati ribuan pagi bersamamu, Pemimpi.

Hujan
Sore yang mendung, lagi-lagi hujan punya caranya sendiri untuk mendinginkan hati seorang yang sedang perih. Dan saat ini seorang itu membayangkan seorang lain mau menikmati hujan bersamanya, menikmati tetesan yang menetes lalu akan menetas di kepala masing-masing. Bersediakah ia?

Ketika Kemudian

Oleh: Luna Vidya

hmm..aku rindu pada cintamu
yang sederhana, gamblang. dan cuma ada aku,
yang sepenuhnya setuju
untuk mencintaimu dengan cara yang sama

kau seperti benih yang menyimpan akar
dan aku tanah tersedia
yang setuju membiarkamu tumbuh.

Ketika kemudian aku kau kenang:

aku adalah seluruh cinta sederhana
sepetak tanah
yang telah melepaskanmu, membebaskanmu
menjadi dahan, daun

lalu berubah jadi angin,
yang mengembara menelusur awan,
dan lembar langit, luas cakrawala

Ketika kemudian kau ku kenang:

hmm.. aku akan selalu rindu
pada cintamu yang bebas terbang
dan cuma ada aku
yang sepenuhnya setuju untuk mencintaimu
dengan menunggu

20 Februari 2012

Jadi ceritanya, hari ini pergi ke gramedia bareng Rini buat nyari kado untuk seorang sahabat. Nah, dengan anggunnya sepaket buku Ilana Tan yang 4 musim ini bediri angkuh di rak. Saya dengan mata berbinar hanya bisa menatap nanar melihat harga yang tertulis Rp 1....0. Memang nggak begitu mahal, tapi untuk anak kelas 3 SMK seperti kami sekarang ini, dompet sedang dalam masa komanya yang akut. Buat yang senasib dengan saya, toss dulu *prok. Hhh.. Sabar sabar *gigit-gigit bantal. Cuss... Salam senyuuum :) #nw: Mili & Nathan
:fach
"Perpisahan itu awal dari sebuah pertautan hati. Jika kelak rindu yang dirasakan, hargai tiap jengkal rindu itu, karena rindu itu bukti betapa kamu mencintai dan mengharapkan kehadirannya."

Kita selamanya :)


Runi, yola, rini, dewi, esteph, nisa mau, nisa astri, mia.. Makasihya wee, udah mau jadi temen yola selama tiga tahun di SMK ini. Terasa banget berartinya kalian waktu kelas 3 udah mau abis ini. Yla nggak bakal lupa masa-masa dimana kita buat lingkaran keliling sama bekal masing-masing waktu mau les, dimana bayu jadi satu-satunya makhluk paling imyut waktu kita makan bareng kaya ibuk-ibuk arisan, waktu kita tuker-tukeran lauk, kalian yang selalu setia nemenin yla beli capucino biar nggak ngantuk pas les, dan akhirnya pada ikut-ikutan beli juga haha, masa dimana kita jalan ke mushola bareng-bareng (kecuali esteph ku sayang hhe :)), saat nggak jadi-jadi sholat karena mukena dewi kebuka dengan seksinya ditiup angin wkwk, juga karna tingkah dia yang buat sholat kita batal-batal terus grrr. Segala cerita, tingkah-tingkah ajaib sama bayu, rifqi si celeng, rizki ujum, ikhsan ganteng, anggak, kirby, aaa banyak kali nggak bisa diungkapin semua, nggak bisa yla sebutin lagi. Pkoknya makasih banyak sebanyak apapun. Yla gatau kalo gaada kalian darimana lagi yla nemuin semangat dalam hidup yla, darimana lagi yla bisa senyum, cerita tentang semua mimpi-mimpi yla, ketawa, dan yang paling penting ngeraih cita-cita kita bareng-bareng. Yla yakin 5 tahun lagi dari sekarang, kita semua udah jadi orang dengan segala kelebihan dan kemampuan yang kita punya masing-masing. Amin...

Unperfectness

Asrama Kasih Sejati, suatu siang.
Aku berjalan melewati koridor asrama. Siang ini mendung. Aku mengenakan seragam ajarku. Sebab waktu masih menunjukkan pukul 1 siang, jam ajar habis hingga pukul 2 dan setelah itu seluruh guru ajar pulang. Aku Fahmi, seorang guru ajar di asrama ini, asrama Kasih Sejati sejak 4 bulan lalu. Selesai wisuda dan menjadi sarjana psikologi aku melamar di asrama ini menjadi guru alfabet terkadang aku juga mengisi pengajaran motivasi. Asrama ini adalah asrama bagi tunanetra. Disini mereka akan tinggal selama 2 tahun dan belajar banyak hal. Yang paling utama diajarkan disini ialah huruf Brailee, kombinasi titik-titik timbul yang terdiri dari 6 titik dasar utama, yang dapat membentuk ke 26 abjad juga angka 1 sampai 10, huruf ini ditemukan oleh seorang Prancis yang juga seorang tunanetra sebagai cara mereka untuk berkomunikasi lewat tulisan. Namun, tujuan asrama ini bukan hanya mengajarkan tentang huruf Brailee saja, disini mereka juga diajarkan menulis alfabet seperti layaknya orang normal pada kertas dan sedikit pengetahuan tentang keyboard, para tunanetra harus bisa mengetik. Asrama juga memompa semangat mereka dengan kegiatan dan pengajaran motivasi. Disini aku temukan tujuan mulia, di asrama Kasih Sejati, bahwa sekalipun tak sempurna, bukan  mustahil kita berguna. Asrama ini berada di sudut kota Bogor yang tenang, didirikan oleh seorang pengusaha sukses yang tunanetra bernama Pak Jaya. Itulah tujuannya mendirikan Kasih Sejati.
Aku tiba di taman asrama dan mendapati seorang perempuan sedang duduk disana. Rambut kecoklatannya bergerak perlahan ditiup angin, ia menatap lurus kearah air mancur di kolam.
Aku menghembuskan nafas dan mendekat perlahan ke tempat ia duduk. “Semangat.” Batinku dalam hati. Aku duduk disampingnya, ia langsung menyadari keberadaanku.
“Hai.” sapaku.
“Hai.”
“Gimana taman disini menurutmu? Bagus?”
“Biasa aja. Lagian aku nggak bisa ngeliatnya.”
“Heihei, jangan  gitu. Maksud aku suasananya.”
“Tenang. Dan aku suka.”
“Baguslah kalo kamu suka. Aku Fandi, guru alfabet disini. Mungkin kita bakal cepet akrab, usia kita kayaknya nggak jauh. Aku dua tiga, baru empat bulan jadi guru ajar disini.”
“Linda. ”
Linda, ia akan menjadi penghuni baru disini selama 2 tahun kedepan. Dan siang ini aku ditugaskan kepala asrama untuk menyambut dan mengajaknya berkenalan. Semacam masa orientasi kecil-kecilan.
“Dianter siapa tadi?”
“Papa, mama, adik.” Wajah Linda seketika berubah.
“Eh kenapa?”
Linda hanya diam.
“Hem gini Linda, jadi sekarang ini kamu udah resmi jadi penghuni di asrama ini. Aku ditugasin buat istilahnya nge MOS kamu kalo di sekolah-sekolah gitu, hehe. Jadi...” Aku berdehem sebentar, “Bisa cerita sedikit tentang kamu?” Entah kenapa tiba-tiba ada suatu perasaan aneh dalam dadaku.
Linda tersenyum, senyum pertamanya, tapi bukan kearahku. “Fahmi, kamu baik ya. Aku mau ketawa tapi kurang lucu sih. Aku delapan belas. Nggak ada yang menarik tentang hidup aku, orangtuaku sederhana dan aku sangat bersyukur mereka masih sanggup ngurusin anak setidak berguna aku. Aku punya adik perempuan, dia udah SMA kelas satu.”
“Hehe makasih udah mau cerita. Tapi...”
“Kelas dua SMA. Waktu itu aku akan pulang dari bandara mengantar sahabatku, Rio, hah entahlah aku harus menyebutnya apa. Aku mencintainya dia mencintaiku. Ia pindah keluar negri sama kedua orangtuanya. Ia janji akan kembali menemuiku suatu saat nanti. Di jalan pulang dari bandara ada mobil melaju kencang dan menabrakku, kepalaku terbentur trotoar. Kata dokter kerusakan syaraf mata, nggak bisa operasi kornea lagi. Ya gitudeh, ibu sama ayah sedih banget padahal aku eksis banget di sekolah haha, aku putus sekolah, nggak bisa jadi cewek sukses deh. Waktu tau aku buta, Rio menghilang, putus kontak. Yah, lelaki.”
“Nggak gitu ya heh.” Dengan cepat aku menyangkalnya. “Ehm, maaf. Makasih yang kedua kalinya kamu udah mau terbuka, rata-rata orang baru kaya kamu nggak pernah langsung mau cerita gini lo, tapi kamu beda. Dan, maaf kalau saat cerita tadi buat kamu sedih, tapi itu yang asrama ini butuhin buat ngedongkrak semangat Linda, si calon cewek sukses sebentar lagi.”
“Nggak papa kok. Haha kamu ini. Ya, aku harap asrama ini bawa perubahan ke aku. Bosan juga di rumah aja, mau jadi apa aku ini. Dan, ohiya kamu nyenengin, pasti deh aku makin semangat disini. Salam kenal ya, Pak Fahmi.”
“Jangan manggil kaya gitu, disini ada murid ajar yang usianya lebih tua dari aku lo. Jadi nggak boleh pake Pak Buk Pak Buk segala. Just Fahmi, okey? Aku mau ke ruang Buk Rahma dulu, dia kepala asrama.”
“Okey.” Linda tersenyum ke arahku. Senyum keduanya, dan kali ini untukku. Dengan matanya yang bening namun kosong. Detik itu aku merasakan ada angin yang mendesir perlahan di pelupuk mataku, dan dadaku tiba-tiba berdegup dengan keras. Aku membalas senyumnya, meski ia tak tahu.
*
Hari ini hari pertama Linda belajar alfabet, di asrama ada 15 guru ajar alfabet dan suatu kebetulan akulah yang menjadi guru ajar untuk pelajaran pertamanya ini. Dalam 2 tahun, setiap murid ajar akan mendapat kelas alfabet privat sekali seminggu, dan sekali pula kelas bersama murid lain. Dalam satu ruang kelas ada 4 guru alfabet masing-masing beserta satu murid saat kelas privat.
“Selamat pagi Linda. Hari pertama, semangat!” Aku langsung menyapanya dengan ceria, entah kenapa aku yang biasanya begitu datar saat mengajar berubah saat pertama kali mengajar Linda. Ada yang aneh pada diriku.
“Baiklah Pak, eh Fahmi. Hehe.” Linda menolehkan kepalanya sedikit untuk mencari dimana tepatnya sosokku, dan setelah menemukannya ia tersenyum, senyum ketiganya. Entah kenapa, saat melihat senyumnya aku seperti kambali pada satu masa lalu. Ah, apa-apaan aku ini. Kelas pertama Linda berjalan lancar, menurutku Linda adalah perempuan cerdas, ia dengan mudah mengikuti keseluruhan pelajaran hari ini. Kalimat pertama yang ia tulis hari ini saat aku menyuruhnya menuliskan sesuatu untuk mempelajari tarikan garis tulisannya, ‘Akan ada hari sempurna untuk kesabaran sempurna’. Bagaimana aku mengomentarinya? Sebuah tarikan garis yang tegas namun aku dapat menangkap jiwa yang rapuh dari gadis ini. Hatiku terasa perih.
*
Aku juga pernah jatuh cinta sebelumnya, dengan perempuan paling tegar yang pernah kukenal seumur hidupku. Rani, aku mengenalnya saat semester pertama kuliah, ia jurusan sastra Indonesia. Aku jatuh cinta pada setiap puisi yang ia tulis, pada tiap kata yang ia kirimkan lewat sebuah pesan singkat untuk menyemangati hari-hariku. Rani bukan gadis dari keluarga berada, sementara aku, keluargaku teramat berkecukupan tak perlu bagiku untuk bekerja, hidupku sedah terjamin, tapi aku tidak menghendaki itu, aku tidak mau menjadi pria tak berguna. Setiap hari Rani harus bekerja paruh waktu pada sebuah restoran untuk membiayai kuliahnya. Tak masalah bagiku, aku hanya mencintainya. Takdir tak dapat ditolak, menjelang kelulusan dan aku berencana untuk melamarnya, Rani meninggal dunia, sebuah kecelakaan mobil. Sedih berlarut-larut aku seperti orang gila. Dan itu yang membuatku menjadi pria paling datar menjalani hidup ini.
*
Sudah dua bulan Linda berada di Kasih Sejati. Linda menjadi salah satu murid ajar yang sangat cemerlang. Dan hari-hariku diisi oleh tawanya, cerita-ceritanya, senyumnya. Aku yang biasanya langsung pergi dari asrama saat jam kerja telah selesai, sejak sebulan terakhir ini sering pulang saat senja tiba.
“Aku suka duduk dibawah pohon,” Katanya pada suatu sore saat kami duduk di bawah pohon taman asrama untuk melihat matahari terbenam.
Aku terdiam, Rani juga pernah mengatakan itu padaku.
“Rasanya aku dilindungi, dijaga gitu.” Linda melanjutkan.
Aku masih diam. Dan perasaan aneh selama ini, saat ini, baru aku sadari ternyata Linda begitu mirip dengan Rani. Apa aku mencintai Linda dibalik bayangan Rani?
“Hei Fahmi, kok diem?”
“Eh, nggak kok nggak papa. Linda..”
“Ya?” Ia menatap kearahku, tak tepat, seperti biasa.
 “Maukah kamu menjadi kekasihku?” Apa ini? Aku menembaknya? Bahasaku? Baku sekali.
Kali ini Linda yang terdiam. Lalu ia mengeluarkan sebuah pena dari kantung roknya. Perlahan ia mencari tanganku, menggenggamnya. Jantungku hampir tak berdetak lagi. Lalu menuliskan sesuatu pada punggung tanganku.  ‘Ya, jaga aku ya :)’
Lalu aku mengecup matanya, matanya yang tak dapat melihat dunia seluruhnya, Lindaku, ia buta. Matahari terbenam seluruhnya, hari itu berakhir dengan sempurna.
*
3 tahun kemudian.
‘Linda sayang Fahmi :)’
Dalam beberapa detik telapak tanganku sudah tercoret sebuah goresan yang membuatku tersenyum tipis. Hanya karna dia. Linda, wanita yang dikedalaman matanya aku jatuh cinta, yang dari mata hatinya aku melihat dunia, yang dari segala celotehnya aku melihat ketulusan. Ia indra keenam dalam hidupku, hari kedelapan dalam seminggu, hanya Tuhan yang tahu. Saat Linda selesai menjadi murid ajar di Kasih Sejati, aku melamarnya. Aku tak ingin kehilangan wanita yang kucintai untuk kedua kalinya. Seluruh teman memandang Linda dengan sedikit merendahkan. Namun disampingnya ada aku, biar, aku tak peduli.
Matanya kosong menerawang kearah keramaian. Hari ini adalah hari bahagia, hari tersempurna yang kumiliki dalam hidupku. Aku telah resmi menjadi imam dalam hidup Linda, hari ini hari pernikahan kami. Dan aku heran betapa ia sempat membawa pena di selipan gaun putihnya yang indah hari ini. Dulu, saat di asrama, ia juga pernah melakukan hal itu padaku. Tapi dengan tulisan yang berbeda. Waktu itu ia menuliskan ‘Ya, jaga aku ya :)’ pada punggung tanganku setelah aku bertanya  “Maukah kamu menjadi kekasihku?” padanya. Lalu aku mengecup matanya lagi seperti saat di bawah pohon, kali ini di atas pelaminan.

Mencintai bukan ada di kesempurnaan.

Garadit II

Medan,  31 Agustus 2009.
“Selamat ulang tahun bang. Baik-baik ya, jangan jadi tua dan menyebalkan. Kadonya mana?” ucap Disa sambil mengecup pipi Gara di meja makan saat sarapan. Hari ini ulang tahun Gara yang ke 18.
“Yang ulang tahun siapa sekarang? Hehe makasih dek, nanti malem abang traktir makan mi aceh ya.” balas Gara yang sedang melahap sarapannya.
“Oke. Papa nggak diajak?”
“Nggak tau dek, lihat aja apa ada di rumah malam ini. Kalo ada ya ikut, kalo gaada ya kita berdua aja. Memang kapan sih terakhir kita kumpul bertiga?” Gara tersenyum masam.
“Yaelah, baru kemaren. Nyebar uang ke kita, 5 menit aja sih.” jawab Disa dengan wajah sedikit murung. Baru dua hari yang lalu mereka duduk bersama di meja makan, tetapi hanya untuk membicarakan tentang biaya-biaya sekolah dan memberikan kepercayaan kepada mereka untuk memegang seluruh biaya yang telah diberikan dan membayar sendiri. Disa sekarang duduk di kelas 1 SMP, Gara tahun ini lulus dari bangku SMA dan akan menjadi seorang mahasiswa.
“Ha,ha,ha.” tawa Gara sedikit dipaksakan. “Kadang abang capek dek, kita kaya nggak punya papa. Mau cerita apa-apa abang sama adek, kadang agak nggak nyambung. Abang ini laki, cocoknya ya sharing sama laki juga. Kadang kalo rindu mama, yang abang pengen itu bilang ke papa.”
“Lelah juga jadi anak manis? Aku ngerti bang, oke maaf kalo yang urusan kelaki-lakian aku jarang bisa kasih solusi, tapi kalo masalah ‘wanita’ aku pasti bisa bantu, bisa banget, ya emang sih abang belum pernah ngurusin yang namanya ‘wanita’ tapi kan satu saat nanti ada masanya. Oiya, Adit masih belum bisa di stop bang?” terang Disa.
Disa memang masih berumur 12 tahun, tetapi sifatnya sangat dewasa dan caranya berbicara begitu intelektual.
“Pertanyaan aneh itu yang masih belum bisa adek stop ya? Buat apa si Adit abang stop? Emang dia taksi pake di stop segala? Eh kemana dia? Katanya baru punya pacar tuh.”  Gara tertawa.
“Bang..” Disa menatap Gara penuh prihatin.

“Abang berangkat dulu ya.” Gara langsung pergi keluar rumah dan meninggalkan Disa yang murung.

Selama 9 tahun ini Pak Alvin dan Bu Leni mencoba membantu keanehan yang terjadi pada Gara. Saat menginjak 14 tahun, Bu Leni menceritakan semuanya pada Pak Alvin, ia tidak percaya dan membawa Gara ke psikolog.

Gara mengalami pemecahan kepribadian atau sering disebut alter ego. Suatu keadaan di mana kepribadiannya terpecah sehingga muncul kepribadian lain, Adit. Kepribadian itu biasanya merupakan ekspresi dari kepribadian utama yang muncul karena pribadi utama tidak dapat mewujudkan hal yang ingin dilakukannya. Dalam bahasa yang lebih sederhana dapat dikatakan bahwa ada satu orang yang memiliki pribadi lebih dari satu atau memiliki dua pribadi sekaligus. Kadang si penderita tidak tau bahwa ia memiliki kepribadian ganda, dua pribadi yang ada dalam satu tubuh ini juga tidak saling mengenal dan lebih parah lagi kadang-kadang dua pribadi ini saling bertolak belakang sifatnya.

Gara adalah seorang yang dingin, penyayang, dan serius dalam apapun yang ia lakukan. Ia juga seorang yang optimis, persis Pak Alvin. Kadang muncul Adit, dalam sekejap seorang Gara dengan mata yang teduh hilang digantikan wajah dengan senyum sinis, sikap yang urak-urakan, dan terlalu santai, tidak peduli dengan  keadaan, dan menganggap dirinya sebagai saudara kembar Gara, anak Pak Alvin. Begitu kontras dengan Gara. Gara mengenal dan menganggap sosok Adit ada, begitu sebaliknya. Terapi telah dilakukan, tetapi sampai sekarang Adit masih menyatu dengan Gara.

Terdengar suara pintu kamar terbuka, Pak Alvin keluar dari kamar tidurnya menuju meja makan. “Udah makan dek? Kok belum berangkat?” tanyanya sambil mengacak rambut Disa.

“Udah. Masuk siang hari ini, ujian pa. Mau rasa apa?”

“Oh udah ujian? Semangat ya dek, jangan kecewain papa. Pake srikaya aja.”

Disa hanya tersenyum, dan langsung mengoleskan srikaya pada sepotong roti tawar. Lebih tepatnya ia ingin menangis, ini sudah yang ke entah berapa kalinya Pak Alvin melupakan saat anak-anaknya menghadapi ujian. Dan entah mengapa, meski hanya sedikit semangat dan kepedulian yang diberikan Pak Alvin, Disa dan Gara mampu mempertahankan prestasi dan menjadi anak baik-baik.

“Tadi malem abangmu dari mana? Untung nggak papa maki dia.” wajah Pak Alvin berubah serius.

“Adit apa Gara?” tanya Disa.

“Adit.”

“Punya pacar baru. Ya kerumah pacarnya.” jawab Disa.

“Semalam papa makan malam sama kawan kerja papa. Dia punya temen psikolog yang udah pernah nyembuhin kasus kaya abang dek, malam ini kita kesana ya.”

“Psikolog yang gimana lagi pa? Capek loo. Abang itu butuhnya perhatian, dari pe a pe a, PAPA, bukan dari psikolog ini itu. Ngertinya kapan sih?” Disa hampir meneteskan airmata.

Pak Alvin terdiam, raut wajahnya semakin serius.

“Apa yang kurang papa kasih dek? Adek sama abang lagi pengen apa lagi sekarang? Bilang, nanti papa beli.”

“Papa.” Disa memanggil papanya dengan tegas.

“Ya?”

“Hari ini tanggal berapa?”

“31 agustus? Kenapa dek?”

“Ada apa hari ini?” Disa bertanya dengan suara tinggi.

“Nggak ada apa-apa dek, papa nggak kerja hari ini. Mau ajak pergi? Ayo kemana?”

“Bahkan yang barusan aku kasih tau papa nggak inget. Hari ini Disa ujian pa, nggak mungkin Disa ajak jalan-jalan.”

“Yaampun maap dek. Jangan marah ya.” Pak Alvin menepuk dahinya dan merayu Disa.

“Nggak papa kok. Pa, Disa ke kamar dulu ya, mau belajar sebentar sebelum berangkat.” Disa berdiri dan bergegas ke kamarnya. Baru beberapa langkah, ia menoleh ke arah papanya, “31 Agustus 18 tahun yang lalu, mama ngelahirin bang Gara, Pa.”  Disa berbalik lagi menuju ke kamar.

Pak Alvin terbelalak dan duduk terdiam dengan tatapan kosong melihat punggung Disa menjauh.

Bersambung.

Aku Ingin Mati

Muak dan benci
Aku telah lelah menanti
Seujung kuku tak kudapati
Dunia sudah tak punya hati
Buta menentukan siapa yang layak siapa yang tidak untuk diberi
Ingin berlari
Biar koyak tanpa alas kaki
Dengan darah dan nanah seluruh diri
Keringat sekujur tubuh ini
Kepala yang penuh emosi
Hingga keningku panas terbakar bahkan lidah tak mampu berkata lagi
Lalu tak sadarkan diri
Lalu mati
Aku ingin mati
Aku ingin mati
"Kini antara tubuhmu dan tubuhku, keduanya saling mengait seperti rantai, bahkan saling melekat juga mengikat. Kita bersyair lewat gerakan, kita bersatu di dalam rima. Lalu mata memejam sambil menyelam, menjelajahi debaran yang kian melesat tajam. Sementara kita tidak terhentikan, sampai kita siap saling mendetum."

Menghidupkan Hidupmu


:fach

Memang benar bahwa aku telah lelah, saat aku dan kamu bersama dilarang menjadi sebuah ‘kita’. Tapi itu tidak berarti aku telah mengembangkan rasa tidak suka untuk itu. Adalah kasih, yang menciptakan sebuah antibiotik pada hati bernama kesabaran, agar hati dapat terus berfungsi, meski berulang kali kecewa, marah, tersakiti. Pasti begitu selamanya. Untuk kembali menantang semesta, memberikan patahan hati yang penuh tambalan dan jahitan, merobohkan dinding yang kubangun sendiri dan memberikannya padamu sebagai benda ringkih tanpa daya. Aku mencintaimu sebanyak yang aku lakukan di masa lalu, tanpa tetap atau masih, dan aku tidak pernah bisa terhenti berpikir dan berdoa suatu saat dapat menggenggam anugrah seindah kamu di masa depan. Bahkan bermimpi masih merasa berdosa. Lemah bergantung pada harapan klise teruntuk sebuah ungkapan semua indah pada waktunya.

Cinta adalah sebuah pengorbanan. Seperti lilin. Ada saatnya malam tanpa bintang, setiap orang tidak peduli siapa, menyalakan lilin dalam genggam masing-masing untuk menerangi hidupnya. Dan sementara dia menggenggam lilin, dia senang, hidupnya cerah. Tapi manusia tidak bisa hanya terus berharap pada lilin seluruh hidupnya. Dan jika ia terus menggenggam, lilin tak berdaya itu habis dan melukai tangannya dengan lelehan panas, dia akan mendapatkan muak dengan itu, tidak peduli seberapa terang. Selain itu, ada saat ketika dia tidak bisa menggenggam, tidak peduli berapa banyak ia mau. Lilin cuma ringkih, lebih indah sinar bintang disana. Bukan begitu?

Adalah kebenaran, kebenaran menyedihkan tapi tak terelakkan. Sebut saja aku lilin. Lilin yang bersedia dan akan selalu siap kamu nyalakan ketika tiba-tiba seluruh cahaya dalam hidupmu padam menjadi temaram. Adalah menyakitkan, saat api membakar sumbu dan perlahan menggerogoti tubuhku dengan nyalanya. Namun cinta tidak berarti menghidupkan semua kehidupan seseorang. Ini bagian dari itu. Tak peduli seberapa sering terbakar dan akan habis, tapi biar aku menerangi, setidaknya menghidupkan hidupmu.


(12 Desember 2012, 23.00)

Akan Ada Hari

Akan ada hari dimana Allah menjadi saksi saat kau lingkarkan ikatan suci Mitsaqan Ghalidza dijariku yang kau pilih, walau aku tak sesempurna istri sang Nabi. Akan ada hari dimana kulingkarkan pula sumpah setia dijarimu yang kupilih sebagai imamku, yang surgaNya tak bisa kumasuki tanpa ridho darimu. Akan ada hari, ketika air mata jadi wudhu kita, adzan berdegup di jantung kita. Lalu kita bermakmum pada cintaNya. Akan ada hari dimana kugelar sajadahku dan sajadahmu, kita bersujud dalam sepenggal waktu yang sama dan doa yang terucap darimu ku Amini juga dalam hati 1 shaf dibelakangmu. Akan ada hari dimana selalu kunanti alunan Tausyiahmu sebagai pengantar tidurku dan rasa syukur karnaNya telah memberi cinta yang kutujukan padamu. Akan ada hari dimana kau dengungkan Adzan dibalik daun telinga sosok mungil yang kelak mewarisi sebagian parasku dan sebagian tingkahmu. Akan ada hari dimana keteladananmu akan mengiringi tugasku sebagai madrasah bagi keturunan kita. Akan ada hari dimana kita akan melihat nisan dan memesan sepetak lahan berdampingan untuk nanti ketika esok tak ada lagi. Akan ada hari dimana salah satu dari kita menghadap Ilahi, dengan pendamping hidup soleh dan soleha yang setia menemani sampai di akhir perjalanan nanti. Dan aku akan sabar menanti. Semoga Allah mengizinkan Sakinah bersamamu hadir suatu hari nanti hingga kelak dikumpulkan kembali sampai di surgaNya nanti. Amin..

(Unknown)