Dari Ujung Sana

“Pesen lagi? Yang itu aja belum habis!”

“Kurang enak.” Jawabku setelah berterima kasih kepada pelayan yang mengantar kopi keduaku ke atas sudut meja di kafe ini, tempat sedari tadi kami mengobrol, meja yang terletak tepat di pinggir jendela. Gerimis masih turun malu-malu, udara semakin dingin, dan malam semakin larut.

“Yee katanya pecinta kopi, mustinya udah tau mana yang enak dan enggak.” Dia membuat wajah sarkastik, menaikkan alis sebelah kirinya dan berbicara seolah mengetahui segalanya. Menggemaskan, aku ingin sekali memeluknya.

Aku mengusap-ngusap kedua telapak tangan di cangkir mocchacinoku, dingin sudah menembus jaket rajut yang kupakai, menghirup aroma dari dalam cangkir dalam-dalam, dan meminumnya perlahan. Dari semua aroma dalam berbagai jenis kopi, aroma mocchacino adalah yang paling menenangkan. “Aku lebih cinta kamu kok.”  Jawabku kemudian meletakkan cangkir ke atas meja.

“...”  

Dia menunduk lalu menatapku lekat, aku tenggelam di mata itu. Lelaki di hadapanku satu ini membuatku gila, aku sangat merindukannya.

“Kok diem sih?”

“Nggak papa. ”

“Rindu.”

“Kan aku disini.”

“Peluk dulu.”

“Hem.” Dia hanya bergumam kecil dan terseyum.

“Lagi ramai orang disini bukan berarti mereka ngeliatin kita kali. Ngapain malu.” Aku tersenyum miris.

“Ya bukan gitu...”

“Tangan kamu aja. Sini aku genggam, dingin nih.”

“Maaf banget.”

“Liat deh gerimis udah berhenti.” Aku mengalihkan kesesakan ini. “Tapi aku nggak mau pulang.”

“Kenapa?”

“Lebih enak di tempat ini, sama kamu, kamu lebih kerasa ada.” Aku memangku dagu dengan tangan dan mendekatkan wajah ke hadapannya.

“Nanti liburan yaa. Sekarang pulang oke?”

“Aku kedinginan.”

Tangannya menyentuh layar laptopnya, tanganku menyentuh layar laptopku. Kemudian saling membuat genggaman, dia menghangatkanku dari ujung sana, dari kota yang tak sama.

“Aku sayang kamu. Hati-hati ya.” Dia tersenyum dan menarik tangannya.

“Aku juga.”

“Klik.” Akhiri panggilan, offline Skype, turn off computer. Tugas makalahku sudah selesai di kafe ini namun rinduku belum. Segera kuhabiskan sisa mocchacino dan meninggalkan kafe. Berharap waktu bernama liburan itu datang secepat kilat.

(Terinspirasi dari kisah skype-skype annya bunda @deasafierra dan @dwikiprima dengan sedikit perubahan :) )

2 komentar:

  1. bebeh yola.. :)
    ini pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain yang diubah?? :D

    BalasHapus
  2. Kan udah ada di akhirnya itu pengalaman orang lain dengan sedikit perubahan beh. :D

    BalasHapus