Tentangmu, Ibu.

Di setiap langkahku, Ibu.

Semua tentangmu. Dengan tangan yang ikhlas membersihkan najis tubuhku dulu, dengan tangan yang cemas tertangkup di atas keningku yang panas karna demam, dan dengan tangan yang bangga menunjuk ke arahku sebagai putri yang kau banggakan.

Semua selalu tentangmu, Ibu. Dengan bayang-bayang lirih sepertiga malam kudengar isakmu bersujud memohon ampun dan meminta kasih-Nya untukku. Dengan bayang-bayang lehermu yang menelan ludah, menahan ingin untukmu sendiri tertunda bahkan tak tercapai sama sekali demi inginku. Demi aku, Ibu. Kau membuat segala inginku jadi inginmu, semata-mata hanya untuk bahagiaku. Dan demi aku, Ibu. Kau membuat bahagiaku jadi bahagiamu pula.

Semuanya akan selalu tentangmu, Ibu. Dengan bibir mengatup menahan amarah di depan mukaku, dengan senyum yang selalu tersungging untuk meyakinkanku bahwa semua akan baik-baik saja. Dengan bibir yang selalu mengatakan “Ibu menyayangimu, Nak.”

Ini semua tentangmu.

Ini aku, Ibu. Dengan tangan yang tak tahu untung dimabuk teknologi, mengurusi manusia-manusia maya yang airmatanya tak pernah jatuh setetespun untukku. Sungguh, Ibu. Betapa berdosanya aku mengingat entah berapa banyak airmatamu yang jatuh tanpa pamrih di setiap bahagia pun susahku. Dengan tangan yang ringan menunjuk ke arahmu – menganggap dirimu sebagai manusia kejam yang tak henti menyuruhku ini dan itu. Sungguh, Ibu, baru aku sadar perintahmu adalah perintah-Nya yang seumur hidup tak pernah salah. Ibu, baru aku sadar semua itu menuntunku pada hidayah dan keberkahan tiada henti. Dengan bibir yang enggan membalas, “Akupun menyayangimu, Bu.” namun semudah membuang ludah mengatakan hal serupa itu pada manusia lain. Tentangmu, Ibu.

Aku menghentikan langkah untuk tertidur sejenak. Dalam pejamku, kaulah rindu yang tak pernah usai. Dalam tangisku, airmata ini, semoga akan bermuara pada bahagiamu.

Bertahanlah hingga perjalananku sampai pada tujuannya. Karena semuanya adalah tentangmu, Ibu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar