Cuma Fiksi II

:fach

Apa rasanya jadi dia? Pria yang selalu aku perjuangkan tanpa kenal lelah. Dia bilang aku berlebihan. Dia menganggapku keterlaluan. Dia merasa terganggu dengan keberadaanku. Aku ingin marah. Tapi sungguh. Aku mencintainya. Aku tak bisa marah padanya.
Aku muak dengan semua yang dia katakan. Ingin rasanya aku teriak, dia terlalu berlebihan. Mencintainya? Dulu, ya.

Andai dia sedikit saja lebih mengerti. Baru kali ini saja aku begini, karna aku terlalu takut kehilangannya. Apa kesabaranku masih kurang untuknya? Andai ia kembali selalu ada, sedikit lebih peduli. Betapa aku selalu mengkhawatirkannya, sesuatu yang mustahil untuk tidak peduli, dan tidak tahu keadaan seseorang yang kita sayangi. Apa aku salah?
Dia berlebihan.


Apa yang berlebihan dari aku? Ingin tahu apa saja yang dia lakukan seharian, ingin sekali menjadi tempat ia melepaskan lelahnya, mencoba menjadi pendengar yang baik untuk semua ceritanya. Ingin rasanya bertemu setiap hari, namun dunia seakan tak mengizinkan. Semesta? Apa yang salah? Dosakah aku ingin mencintainya dengan tidak sederhana sekali saja. Sebab yang sederhana hanya ada aku dan dia. Sedang aku ingin berteriak pada dunia bahwa aku menyayanginya, dengan lantang menyebut namanya bahwa ia pria yang aku cintai. Aku ingin mencintainya dengan segala yang ricuh, yang gaduh, dengan segala tawa bersama dunia. Semesta, sesekali aku ingin dunia iri melihat kebersamaan ini. Kebersamaan yang hanya dapat kusembunyikan rapat-rapat.
Mencintai haruslah memiliki.

Aku ingin memilikinya! Aku ingin menjadi orang yang ia cari saat bangun pagi dan seseorang yang menjaga tidurnya saat malam. Aku sangat bahagia saat mendapat kesempatan untuk sekedar saling mengirim pesan singkat dengannya, aku tersenyum walau isi pesan darinya hanya tiga huruf saja. Setidaknya aku merasakannya, sedikit melepas rindu padanya, menanyakan keadaannya. Tapi dia terlalu abu-abu bagiku. Selalu ia menghilang, apa yang lebih menyedihkan dari semua ini? Dia yang tertidur pulas disana, mataku disini terbuka lebar menahan sesak di dada. “Tidurlah, aku (masih) disini menunggumu bangun. Tak henti berharap ada satu ucapan selamat tidur lagi untukku. Lalu kita kembali tertawa ceria seperti biasa. Peluk dan cium untuk kamu.” batinku.
Aku lelah, aku mengantuk. Ia yang kucintai sudah tidur, akupun harus menemuinya dalam mimpi.

Masih adakah sedikit rasa untukku? Adakah satu kalimat indah untukku? Dia pernah berjanji untuk membuat satu tulisan untukku, sakit, saat membaca semua kata-kata indah yang ia ciptakan. Dan itu bukan untukku. Aku selalu menunggu. Aku mencintainya, aku bisa apa lagi? Aku sudah begitu lelah. Keberadaanku saja tidak pernah berarti baginya, bagaimana dengan ketidakberadaanku. Ia tak pernah mencariku, menanyakan keberadaan dan keadaanku lagi. Mengirim kata-kata yang selalu kutunggu. Semesta... Hatinya telah tertutup.
Aku muak dengan kata-katanya. Aku punya duniaku sendiri. Masih untung saja aku masih bertahan membalas semua kata-kata tak bergunanya.

Aku menemukan sepenggal kalimat dalam tulisannya. “Semua akan indah pada waktunya.” Dulu itu darinya untukku, tapi sekarang itu darinya untuk orang lain. Andai ia tahu betapa sakit mengetahui ia memberikan kalimat itu untuk orang lain. Dan kesakitanku bertambah pahit, ketika harus ku akui, aku menahan rasa cinta untuknya namun dia tetap tak ada.
Aku punya hak. Aku yang menentukan masa depanku.

Aku lelah, aku sudah tidak tahu lagi apa yang akan terjadi. Aku tak sanggup kehilangannya. Aku merindukannya. Aku mencintainya. Aku hanya percaya, semua akan indah pada waktunya.
Entahlah, aku ingin pergi.


-Dan kita berpisah meninggalkan dinding yang kita takuti meneriakkan kebersamaan kita pada dunia. Aku pergi meninggalkanmu dengan tangis tanpa air mata. Kau tak sedikitpun melihat punggungku menjauh. Kau pun pergi dengan hati dan perasaan yang datar. Sementara aku hancur. Setelah duduk berdua di bangku sekolah untuk sebentar saja, untuk kali pertama sejak kita berpisah. Entah apa lagi yang masing-masing kita pikirkan selanjutnya dalam hidup. Dan bagaimana kita mengahadapi kenyataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar