Teruntuk...


Aku mengenal seorang pria. Pria pertama di kota ini yang menceritakan kisah masa lalunya padaku. Padahal waktu itu kami tak begitu dekat, dan aku pun sedikit tak menduga malam itu, di atas motor ditemani udara dingin, jadi perjalanan yang penuh cerita. Ada kenyamanan disana. Aku yang merasa, tak tahu bagaimana dengan dia. Yang aku tahu, sejak malam itu, aku akan selalu siap mendengar cerita-ceritanya lagi. Tentang apapun, kapanpun itu.


Pria berkacamata itu, yang dari wajahnya ada gurat kelembutan. Yang aku tahu ia sangat menyayangi ibunya. Baginya, sebuah rumus tercipta. Ibunya sama dengan kecantikan mutlak seluruh wanita yang ada di dunia. Kaki jenjangnya tak ragu selalu menepak tanah keberpijakannya. Dan aku tahu dia sudah menepak berbagai tanah di negara ini, di luar negara ini pun, bersama Ayahnya, bersama keluarganya. Mungkin itu alasan mengapa kelembutan tak mampu bersembunyi dibalik sikapnya yang cuek.

Pria seumuran [di jaman seperti ini yang... Ya tahu sendirilah] paling setia yang pernah kutemui. Rela menunggu bertahun-tahun hanya untuk seorang perempuan. Perempuan yang tak berkabar namun memenuhi seluruh pikiran dan hatinya, perempuan yang pada akhirnya, dengan segala yang telah ia lakukan, teraih kembali padanya dan jangan ditanya lagi berapa besar bahagianya.

Betapa beruntungnya perempuan itu...

Namun kini, di sela senyum dan tawa yang mengembang dari bibirnya, di antara cerita-cerita dengan gaya bicaranya yang begitu khas, mungkin tersimpan luka. Dan kini, aku tak tahu lagi bagaimana cara ia menyembuhkan luka itu [atau belum?], aku tak tahu apa yang ia simpan di dalam sana, dalam hatinya. Yang aku tahu, kini, dia menunggu. Entah apa. Dan yang harus ia tahu, ada seorang disini yang siap mendengarnya lagi. Apapun, kapanpun itu.

Teruntuk – sebut saja namanya Kriting-

Cheers,
Feby

Tidak ada komentar:

Posting Komentar